Kisah Sedih Pasangan Manula Hidup di Gubuk Sengketa Seluas 3X4 Meter
Gubuk kecil ukuran 4x3 meter di tanah yang ditempatinya adalah lahan sengketa dan sudah digusur. Dia hanya diberi waktu satu bulan untuk tinggal
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Kendari - Mawi (66), warga jalan Chairil Anwar, Kelurahan Mataiwoi, Kecamatan Wua-wua, Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), terlihat gundah.
Pasalnya, gubuk kecil ukuran 4x3 meter di tanah yang ditempatinya adalah lahan sengketa dan sudah digusur. Dia hanya diberi waktu satu bulan untuk tinggal di lahan itu.
Sementara, istrinya, Siti (70), hanya terbaring lemas akibat penyakit lumpuh yang dideritanya sejak 10 tahun silam.
Semua aktivitas mulai dari makan hingga buang air dilakukannya di tempat tidur yang terbuat dari papan beralaskan tikar.
Pasangan suami istri ini tinggal di gubuk yang tak layak huni, beratapkan seng berdinding papan dan beralasakan tanah. Ditambah dengan sejumlah perabotan memasak dengan sebuah tungku kecil.
Ada salah satu barang berharga yang dimiliki mereka yakni sebuah televisi berukuran 14 inci. Barang itu dibelikan suaminya, karena istri butuh hiburan.
Televisi itu dibeli dari hasil tabungannya bekerja sebagai pemulung selama 15 tahun. Gubuk yang mereka tempati sejak tahun 2004 itu merupakan lahan pinjaman salah seorang warga di Jalan Chairil Anwar, Kelurahan Mataiowoi, Kecamatan Wua-Wua, Kendari.
Pasutri yang tidak dikaruniahi anak ini belum tahu akan tinggal di mana. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Mawi hanya bisa memulung. Itupun cuma memungut sampah yang ringan dan tidak membutuhkan tenaga lebih.
Selain itu, mereka hanya mengharapkan uluran tangan para tetangga dan masyarakat sekitar.
Mawi mengaku sudah tak bisa bekerja keras karena harus menjaga sang istri yang sedang sakit.
"Ya, dulu seminggu bisa ngumpulin uang Rp 80.000," kata Mawi, Jumat (5/2/2016).
Untuk makan sehari-hari, mereka mengonsumsi nasi dengan lauk ala kadarnya, terkadang mereka sandingkan dengan mi instan ataupun ikan kalau ada uang, sedangkan untuk memakan sayuran mereka sama sekali tidak mampu.
"Kalau pindah saya mau bongkar rumah saya, mau pindah di Abeli sawah saja,'' Jelas Mawi.
Tak dikaruniai anak
Pasangan suami istri ini menikah di tahun 1980, namun hingga kini tak dikaruniai anak. Sebelumnya, mereka berdomisili selama 15 tahun di Kelurahan Sodoha. Saat itu, Mawi bekerja sebagai tukang becak dan buruh bangunan.
Karena fisik yang mulai lemah, dirinya tidak bisa mengayuh becak dan hanya bekerja sebagai pemulung. Tahun 1984, Mawi bekerja menjaga kebun di Abeli Sawah dan hanya bertahan bekerja selama 3 bulan, lalu kembali menjalani hidup di kota Kendari.
"Tahun 2004 pindah di sini, rumahku berada di pinggir jalan yang saat ini telah rata dengan tanah, sebelum akhirnya pindah di tempat ini," ujarnya.
Bekerja sebagi pemulung dijalani Mawi selama 15 tahun. Namun naasnya, tahun 2006 sang istri mengalami musibah lumpuh yang diyakini ditabrak oleh mahluk halus di Masjid Agung selepas shalat idul fitri.
Berbagai cara pengobatan telah dilakukan mulai dari rumah sakit hingga mendatangi dukun, tapi penyakitnya tak kunjung sembuh, bahkan semakin parah.
Kondisi istrinya saat ini sangat memperihatinkan. Dia lumpuh dan matanya sudah rabun, sehingga ia tidak dapat lagi beraktivitas seperti dulu dan hanya bisa terbaring lemah.
"Tidak ada bantuan dari pemerintah, baik itu untuk kesehatan dan raskin," tutur Siti.
Di balik kepasrahannya, Siti berharap pemerintah dapat membuat mereka satu rumah yang layak huni agar pikiran sang suami bisa lebih tenang dan suaminya dapat bekerja kembali tanpa perlu mengharapkan iba dari orang lain.
(Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati)