Ada Ritual Lepas Hewan ke Alam Liar di Kelenteng Tertua di Jambi Ini
Umumnya yang hewan yang umum di lepas bebaskan adalah jenis burung danm ada sejak berdirinya keleteng Siau San Teng.
Penulis: Dedi Nurdin
Editor: Eko Sutriyanto
Sembari menunggu hari imlek, para pedagang burung ini terlebih dahulu menjajakan burung pipit jualannya di vihara Sakyakirti. Ini terlihat pada minggu sore kemarin.
Een, salah seorang pedagang burung pipit yang ditemui di halaman Vihara Sakyakirti mengatakan sengaja datang dari kota Palembang hanya untuk berjualan burung.
Biasanya Een dan beberapa temannya menjual burung di halaman Kelenteng Siau San Teng.
Ia mengatakan, biasanya pembeli baru ramai pada hari perayaan imlek.
Untuk perayaan imlek kali ini, Een bersama tiga orang temannya membawa sekitar enam ribu ekor burung.
"Biasanya baru ramai pas hari imlek, habis sembahyang baru lah tradisi melepas burung, istilahnya buang siang dan mohon ampun. Tapi kita kurang tau pasti juga," katanya.
Satu ekor burung pipit dijual seharga tiga sampai empat ribu rupiah,"pas hari H nya bisa sampai Rp 5 ribu," kata Een.
Profesi pedagang burung ini dikatakan een sudah di lakoni cukup lama.
Hampir setiap tahun ia dan rekannya datang ke Jambi berdagang burung pipit.
Namun, untuk di kota Kambi sendiri tak semua kelenteng melaksanakan tradisi Fang Shen, hanya vihara Sakyakirti dan Keleteng Siau San Teng saja.
"Di sini cuma setahun sekali, kalau di Palembang sebulan dua kali di Pasar Sepur Ulu, kalau cap go meh di pulau Kemaro yang ramai, kami kesana,"katanya.
Leman, pedagang burung lainnya juga mengatakan hal senada, "Kami bertiga bawa sekok orang 2 ribu burung. Kalau lagi rame habis sehari," katanya.
Burung pipit ini dalam tradisi Tionghoa digunakan dalam ritual Fang Shen pada hari Imlek di Jambi yakni melepas hewan kealam liar.
Agus, pengurus kelenteng Siau San Teng mengatakan, tradisi fang shen sudah ada sejak berdirinya keleteng yang berlokasi dikamoung manggis ini.