Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Petani Salak di Bangkalan Kesulitan Pasarkan Hasil Panenan

Sebelum berubah menjadi Kota Dzkir dan Shalawat di pertengahan tahun 2015, Kabupaten Bangkalan sudah terkenal dengan sebutan Kota Salak.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Petani Salak di Bangkalan Kesulitan Pasarkan Hasil Panenan
Kompas / Ferganata Indra Riatmoko
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, BANGKALAN - Sebelum berubah menjadi Kota Dzkir dan Shalawat di pertengahan tahun 2015, Kabupaten Bangkalan sudah terkenal dengan sebutan Kota Salak.

Sayang, petani salak merasa kesulitan memasarkan buah itu sampai kini.

Memasuki Februari, Maret, dan November, panen buah salak dari Desa Bilaporah dan Jaddih, Kecamatan Socah mencapai puncaknya.

Banjir buah salak terlihat di pasar pagi hingga meluber memenuhi hampir separuh jalan poros Klobungan, Desa Bilaporah.

Musim panen ternyata tak lantas membuat para petani salak sumringah. Mereka kebingungan memasarkan hasil panennya. "Kalau sudah banyak seperti ini, susah mau dipasarkan ke mana," ungkap Ny Maryam (55), warga Desa Bilaporah, Selasa (9/10/2016).

Akibat kesulitan pemasaran, beberapa buah salak miliknya membusuk karena terlalu lama disimpan. "Tiap sepulang dari pasar dipilih. Salak masih bagus dipisahkan dari salak yang sudah busuk," pungkasnya.

 
Selain di dua desa itu, penghasil buah salak juga dijumpai di Kampung Tarogen, Kecamatan Kota. Kendati hasil panen lebih sedikit, namun para penjual salak di Jalan KH Moh Yasin itu lebih beruntung karena bisa berjualan seharian penuh.

Berita Rekomendasi

"Sejak saya muda, berjualannya tetap di sini. Tidak pernah pindah - pindah. Lakunya tidak seberapa, mulai jarang orang beli salak," terang Ny Imamah (62), warga Kampung Tarogen.

Sementara itu, Moh Farid (48), warga Kelurahan Pangeranan mengakui, keberadaan Salak Bangkalan mulai tergeser dengan Salak Pondoh asal Klaten, Jawa Tengah.

"Sekarang sulit cari salak manis karena musim panas berlangsung lama. Setelah dikawinkan, rontok. Tahun 2000 hingga 2012 masih ada salak manis," singkatnya.

Penyuluh Pertanian Kecamatan Kota, MK Rohman membenarkan, 'hantaman' Salak Pondoh dengan rasa manisnya benar - benar terasa hingga menurunkan daya beli Salak Bangkalan.

"Namun saya pikir, sensasi makan salak itu ada pada Salak Bangkalan. Rasa kecut dan manis seimbang. Salak Pondoh tidak ada rasa kecutnya," ujarnya.

Ia menjelaskan, terdapat 12 varites Salak Bangkalan namun yang umum dijumpai adalah salak jenis Salak Kerbau, Salak Senasek, dan Salak Manjelin.

"Jika cuaca normal, keseimbangan rasa kecut dan manis sangat dominan. Tapi tidak dengan salak jenis kerbau yang harus diolah terlebih dulu," pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bangkalan Puguh Santoso, pihaknya tengah melakukan pengkajian untuk membuatkan etalase buah salak.

"Kami masih menjajaki kerjasama dengan toko modern untuk menaruh buah salak dan hasil kebun lainnya di halaman toko," tutur Puguh.

Namun ia meminta agar para pemilik buah salak bersikap jujur. Apalah salaknya manis atau tidak. Hal itu diaksudkan, agar pihak disperindag mudah mengklasifikasikan.

 "Kalau salak manis kan bisa buat buah meja. Kalau salak kecut biar diambil oleh sentra pengolahan buah salak untuk dibuat sirup, kurma salak, atau kripik," pungkasnya.

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas