Kata Sri Sultan, Warga yang Menolak Pengukuran Lahan Bandara akan Rugi Sendiri
Menurut Sultan, keengganan warga untuk diukur tanahnya hanya akan merugikan diri sendiri.
Editor: Sugiyarto
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ikrar Gilang Rabbani
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X mengaku belum mengetahui soal kericuhan warga dengan aparat kepolisian saat tim Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan perapatan patok terluar lahan calon bandara di wilayah Kragon Palihan dan Sidorejo Glagah, Kecamatan Temon, Selasa (16/2/2016).
"Saya belum mengetahui soal ricuh itu, belum ada yang melaporkan ke saya," ujar Sultan sesuai menghadiri Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati di Bangsal Kepatihan, Rabu (17/2/2016).
Dirinya mengaku tidak mengetahui persis kondisi di lapangan saat proses pengukuran oleh BPN yang dikawal oleh kepolisian, namun Sultan mengerti problematika pembangunan calon bandara internasional tersebut.
Menurutnya, keengganan warga untuk diukur tanahnya hanya akan merugikan diri sendiri.
"Kalau tidak mau diukur tanahnya nanti rugi sendiri, karena jumlah luas tanah tidak sama dengan yang mereka (warga) miliki," ujar Sultan.
Sultan berprinsip bahwa proses pembebasan lahan diharapkan harus menaikkan taraf kehidupan ke yang lebih baik dan bukannya menambah derita. Karenanya Sultan mempunyai pendapat sendiri dalam penyelesaian sengketa tersebut.
Sebelumnya, ada dua kelompok yang merasa dirugikan dengan proses pembebasan lahan.
Kelompok pertama adalah yang memiliki tanah rumah tanaman di Paku Alam Ground (PGA) dan mereka yang tidak mempunyai tanah namun ada rumah dan tanaman di PGA.
Proses ganti rugi akan sesuai dengan yang dimiliki oleh kelompok terdampak pembebasan lahan.
"Jika yang mempunyai tanah rumah tanaman, tentu akan kita ganti tanah rumah dan tanamannya. Sedang yang hanya mempunyai rumah dan tanaman, kita ganti keduanya tanpa memberikan ganti rugi tanah," jelas Sultan
"Namun yang menjadi problem mereka, apakah uang ganti rugi tersebut bisa untuk membeli tanah penggantinya. Lalu apakah ada sisa uang untuk membangun rumah dan kesempatan bekerja menggarap lahan baru alias bertani. Itu kan yang menjadi keresahan mereka," ujar Sultan.
Solusi Sultan adalah fokus pada bagaimana masyarakat terdampak bisa melanjutkan bertani.
"Kita atur bagaimana mereka bisa tetap bertani. Saya harap mereka tidak individual namun bertani secara berkelompok. Kita atur itu dan harus menjadi jalan keluar. Intinya, warga jangan ditelantarkan," ungkap Sultan.
Sultan berharap, pembangunan bandara internasional berdampak baik ke Kulonprogo khususnya warga sekitar.
"Yang penting harus ada identifikasi apakah DIY, khususnya Kulonprogo akan tumbuh dengan adanya bandara tersebut," tutur Sultan.
Menurutnya, hasil identifikasi akan dipaparkan ke pemerintahan provinsi dan pusat, sehingga bisa mengubah pola penganggaran APBD dengan harapan investasi bisa tumbuh. (tribunjogja.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.