Begini Proses Kreatif Siswa Membatik Hingga Raih Rekor Muri
Motif batik yang ia tuangkan di atas seragamnya layak diganjar penghargaan. Celline menggunakan motif bulu merak terinpirasi dari burung merak.
Penulis: Teuku Muhammad Guci Syaifudin
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Celline Harliman semringah namanya disebut. Siswa kelas 2 SMA Santo Aloysius ini mendapat penghargaan batik festival kategori kelas dua yang diikuti ribuan siswa sekolahnya.
Motif batik yang ia tuangkan di atas seragamnya layak diganjar penghargaan. Celline menggunakan motif bulu merak terinpirasi dari burung merak. Corak warna dan bentuk bulu merak menjadi inspirasinya setelah melihat di berbagai situs internet.
"Banyak warnanya, saya juga seneng lihat bentuk sayapnya. Makanya saya jadikan motif," ujar Celline kepada wartawan di Sekolah Santo Aloysius, Jalan Batununggal Indah II, Kota Bandung, Senin (22/2/2016).
Lebih sebulan lamanya Celline membuat batiknya. Sudah dua kali ia praktik membatik di atas kain, tapi prestasi yang ia dapatkan baru kali ini sepanjang ikut pelajaran membatik di sekolah.
"Ya tidak percaya saja, soalnya semua siswa buat semuanya dan motifnya juga beda-beda," ucap Celline.
Koordinator Guru Batik Santo Aloysius, Rano Sumarno, mengatakan proses pembuatan batik siswa karya tersebut dilakukan sejak Agustus 2015 sampai Desember 2015. Sebanyak 7000 meter kain mori dipakai 2.500 siswa tingkat SD, SMP, SMA, untuk membuat batik karya sendiri.
"Untuk kain harus didatangkan dari Yogyakarta karena di Kota Bandung sudah cukup langka," beber Rano.
Selama proses pembuatan batik itu menggunakan lima ribu canting buatan Pekalongan, seribu kilogram lilin, seratus kilogram pewarna dan seratus kilogram pelorot dari Solo, serta tujuh ratus liter minyak tanah dan 250 tabung gas. Adapun para siswa membuat batik pada jam pelajaran membatik yang dilaksanakan sekali dalam seminggu
"Jadi mereka merancang, mencelup, dan menyelorot sendiri pada jam pelajaran saja selama 90 menit. Sampai Desember 2015, hasil karya mereka dikumpulkan dan dinilai kurator setelah itu dikembalikan untuk dijahit dan dijadikan seragam. Lalu hasil karya mereka itu dipakai pada Januari 2016," kata Rano.
Setiap siswa memiliki motif beragam. Kalau pun sama, para siswa membedakan dari pola yang dituangkan di atas kain. Sedangkan tiap jenjang diberi kategori agar mempermudah siswa mencari motif yang diinginkan.
Sementara siswa SMA ditawarkan motif konvesional dari nusantara. Mereka bisa mengeksplorasi dan mengkreasi ulang. Sedangkan siswa SMP mendapat motif Pulau Jawa dan siswa SD mendapat motif lebih fleksibel bertema makhluk hidup dan alam semesta.
Menurut Rano, kegiatan membatik dilakoni siswa Santo Aloysius di tiga lokasi, yakni di Jalan Trunojoyo, Jalan Sukajadi, dan Jalan Batununggal.
Sebanyak 2.500 siswa tingka SD, SMP, SMA, Santo Aloysius Bandung, mencatat rekor untuk seragam batik sekolah hasil siswa terbanyak.