Empat Poin Duplik Pembantu Margriet Agar Dihukum Ringan
Ada empat poin Agus Tay Handa May sampaikan dalam dupliknya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Senin (22/2/2016).
Penulis: I Made Ardhiangga
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Made Ardhiangga
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Ada empat poin Agus Tay Handa May sampaikan dalam dupliknya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Senin (22/2/2016).
Pembantu Margriet Megawe yang didakwa jaksa penuntut umum dalam kasus pembunuhan terhadap Engeline, anak angkat Margriet, berharap hakim memberikan hukuman ringan.
Empat poin itu di antaranya, Agus mengulas ia bekerja pada Maret 2015 silam di rumah Margriet hingga 26 Mei 2015. Dalam rentang waktu tersebut Agus tak melihat kekerasan terhadap Engeline.
Tapi, ia mendapat cerita dua penghuni rumah Margriet yakni Susiani dan Handono. Pada 15 Maret 2015 Engeline menangis dan kupingnya berdarah.
Kedua, seseorang dapat dipersalahkan melakukan pidana pembiaran melakukan kekerasan karena mengetahuinya secara berulang-ulang. Sedangkan, sekian minggu Agus tidak mengetahui hal tersebut.
Ia mengaku tak melihat langsung Margriet berbuat kekerasan terhadap Engeline. Ia baru mengetahui langsung tindakan Margriet dalam hitungan menit sebelum Engeline meninggal. Saat itu Agus masuk ke kamar Margriet.
Ketiga, mengenai perilaku yang tidak melaporkan ke polisi sesudah Engeline meninggal, Agus mengaku takut ancaman Mergriet. Ia sempat kabur dari rumah karena hendak dibunuh Margriet menggunakan parang pada 24 Mei 2015.
Berdasar pertimbangan tersebut, Agus tak melapor polisi sesudah Engeline meninggal. Menurut dia, tindakan tidak melapor polisi tersebut bukan pidana pembiaran.
Dia mengklaim hal itu karena dirinya hanya seorang pembantu dan sangat takut kepada polisi. Tuduhan jaksa yang menyalahkan Agus tidak melaporkan ke polisi dan satu bulan sejak 16 Mei hingga 10 Juni 2015, bukanlah penyebab matinya Engeline dan bukan unsur dari tindakan pembiaran kekerasan. Karena, kekerasan tersebut terjadi sebelumnya.
Terakhir, ia mengucapkan terima kasih kepada tim penasihat hukum Hotman Paris cs yang telah berjuang walau tanpa dibayar honornya.
"Majelis hukum yang terhormat saya telah bersikap jujur selama persidangan ini. Saya datang ke Bali hanya demi sesuap nasi, akan tapi nasib saya membuat saya berkeja di tempat salah," ucap dia.
"Saya bukan koruptor yang hanya dihukum dua tahun, akan tapi kenapa JPU tega menuntut saya selama 12 tahun. Padahal, selama persidangan tidak ada satu pun pertanyaan JPU tentang tindak pidana pembiaran," imbuh dia.
Agus mempertanyakan apakah pantas diganjar 12 tahun penjara. Ia beralasan dirinya bekerja di tempat yang salah. "Tak ada satu pembiaran kekerasan dan berulang-ulang di depan mata saya," kata dia.