Margriet Dihukum Seumur Hidup, Ibu Kandung Engeline: Kalau Begitu, Saya Bunuh Dia Saja
Hamidah berharap, Margriet dihukum mati. Hukuman mati layak diterima Margriet lantaran telah menyiksa anaknya hingga tewas.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Amarah Hamidah, ibu kandung Engeline meledak. Ia histeris usai hakim memvonis seumur hidup terdakwa Margriet Christina Megawe dalam perkara pembunuhan Engeline.
Emosi Hamidah kian memuncak saat berada di samping tim Hotma Sitompoel yang akan diwawancara media terkait upaya banding untuk Margriet.
"Setan kalian. Semoga anak-anak kalian mengalami hal yang sama dengan anak saya! Tuhan Yesus mendengar!" teriak Hamidah di PN Denpasar, Senin (29/2/2016).
Hamidah berharap, Margriet dihukum mati. Hukuman mati layak diterima Margriet lantaran telah menyiksa anaknya hingga tewas.
"Saya belum puas dengan keputusan hakim. Kalau hanya dihukum seumur hidup, kalau begitu, saya bunuh dia saja. Karena dia tidak merasakan sakitnya tersiksa," ujar Hamidah.
Hamidah terlihat duduk bersebelahan dengan Ketua Komnas Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait.
Tidak terlihat pendamping dari anggota Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) mendampingi Hamidah.
Putusan hukuman seumur hidup dibacakan majelis hakim yang diketuai oleh Hakim Edward Harris Sinaga dengan anggota Wayan Sukanila dan Agus Waluyo.
Vonis ini sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum terhadap Margriet.
"Menjatuhkan pidana seumur hidup kepada terdakwa Margriet Christina Megawe, dan membayar biaya perkara Rp 5.000," kata Hakim Edward Harris Sinaga.
Sebelumnya, Jaksa menuntut hukuman penjara seumur hidup kepada Margriet karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, eksploitasi ekonomi dan perlakuan diskriminatif kepada Engeline.
Sebelum ditemukan tewas di halaman belakang rumah, Margriet memukul Engeline hingga kedua telinga dan hidungnya berdarah pada 15 Mei 2015.
Selang satu hari kemudian, Margriet kembali memukul Engeline dan membenturkan kepalanya ke tembok hingga tangis Engeline pecah.
Tak lama kemudian, ibu angkat Engeline itu memanggil terdakwa Agus Tay ke kamarnya. Setiba di kamar, Agus Tay melihat Margriet memegang rambut Engeline dan sejurus kemudian membantingnya hingga terjatuh ke lantai.
Usai peristiwa itu, Margriet mengancam Agus Tay agar tidak memberi tahu orang lain karena memukul Engeline.
Ia menjanjikan uang sebesar Rp 200 juta pada 24 Mei bila Agus Tay mengikuti keinginan Margriet.
Margriet lalu meminta Agus Tay mengambil kain sprei dan seutas tali untuk diikatkan ke leher Engeline.
Ia juga diminta Margriet mengambil boneka Engeline dan meletakkannya ke dada dia.
Setelah peristiwa itu, Engeline yang tercatat sebagai siswa kelas dua Sekolah Dasar Negeri 12 Sanur dilaporkan hilang pada 16 Mei 2015.
Jenazah Engeline baru ditemukan pada 10 Juni 2015 di halaman rumah Margriet.
Usai menjatuhkan putusannya, Hakim Edward menanyakan apakah pihak dari terdakwa Margriet mengajukan banding atau pikir-pikir dulu.
Hakim memberikan waktu sejenak kepada penasihat hukum terdakwa Margriet dan akhirnya dijawab langsung bahwa pihaknya mengajukan banding.
"Kami menyatakan banding. Kami banding," kata Dion Pongkor dari tim Hotma Sitompoel.
Margriet memilih diam menahan diri untuk tidak emosi. Namun, saat dipeluk oleh Hotma Sitompoel, Margriet tak kuasa menitikkan air matanya.
Dia dikuatkan oleh Hotma bahwa penasihat hukum akan mengajukan banding.
JPU bersyukur berkas dakwaan yang disusun akhirnya sesuai dengan putusan hakim. Sebab, Margriet telah melakukan pembunuhan secara berencana.
"Kami bersyukur bahwa hakim sesuai dengan tuntutan kami. Dan Majelis hakim sudah mengambil alih banyak pertimbangan sesuai dengan keterangan saksi dan ahli," ujarnya seraya tidak mempersoalkan banding yang diajukan kubu Margriet.
"Jika tim penasihat hukum banding itu hak mereka," imbuhnya. (tribunnews/tribun bali)