Lewat Pengeras Suara Masjid, Warga Dilarang Saksikan Gerhana Matahari Total
Lewat pengeras suara di masjid, perangkat desa mengumumkan larangan warga menyaksikan langsung gerhana matahari total pada 11 Juni 1983.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Yudhi Maulana
TRIBUNNEWSBOGOR.COM, BOGOR TENGAH - Rustam tak pernah membayangkan leluasa menyaksikan gerhana matahari sebagian di usianya yang sudah empat puluh tahun.
Berbeda ketika ia masih kecil menjadi 'korban' imbauan Orde Baru yang melarang warga keluar rumah saat gerhana matahari total menghampiri Indonesia pada 11 Juni 1983.
Pagi hari sebelum matahari gerhana total, warga serba sibuk tak seperti biasanya. Warga, termasuk anggota keluarga Rustam harus menutup pintu dan jendela rumah. Ia diminta tak keluar rumah.
"Waktu itu pagi-pagi, tapi kayak Magrib begitu, gelap," cerita Rustam kepada TribunnewsBogor.com, Selasa (8/3/2016).
Pemerintah era Presiden Soeharto sangat gencar menyampaikan imbauan agar warga bertahan di rumah, bahkan imbauan tersebut tersiar lewat pengeras suara di masjid-masjid.
Beberapa hari sebelum gerhana dia mendengar informasi dari keluarga dan para pengurus desa agar tidak boleh keluar rumah karena berbahaya.
"Bisa bikin buta katanya. Makanya saya sama keluarga pada di dalam rumah. Pintu dan jendela saya tutup rapat. Saya dikamar sambil berzikir," cerita warga Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat itu.
Rustam kecil penasaran, sesekali ia mengintip lewat jendela rumah. "Kondisinya gelap, saya enggak berani melihat lama, takutnya beneran buta," kata karyawan toko itu.
Pengumuman yang diimbau pemerintah lewat perangkat desa kepada warga agar tak keluar rumah berlangsung hingga pukul 12.00 WIB. Sekitar pukul 13.00 WIB, warga berani keluar rumah.
Semua warga yang tadinya berada di dalam rumah juga ikut berhamburan keluar rumah. "Setelah gerhana jadi biasa lagi, terang lagi kaya biasanya," kata Rustam.