26 Desa Adat Rencanakan Aksi Besar 20 Maret, PT TWBI Tetap Kebut Amdal Reklamasi
Dalam aksi itu, ribuan warga dari 26 Desa Adat bisa dipastikan akan tumplek di daerah kawasan Tol Bali Mandara (Bundaran Tuban).
Penulis: I Made Ardhiangga
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Made Ardhiangga
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Bendesa Adat Kuta, I Wayan Swarsa mewakili 25 Bendesa Adat yang lain menyatakan, akan menggelar aksi besar-besaran pada 20 Maret hari Minggu mendatang.
Dalam aksi itu, ribuan warga dari 26 Desa Adat bisa dipastikan akan tumplek di daerah kawasan Tol Bali Mandara (Bundaran Tuban).
Hal di atas dilakukan, dikarenakan masih berjalannya proses Amdal dari pihak PT. TWBI (Tirta Wahana Bali Internasional)yang prosesnya masih berjalan dengan beberapa revisi.
"Sikap kami adalah tegas menolak reklamasi. Kami tidak akan memberikan deadline sampai kapan harus ada pembatalan. Tapi, dengan sesegera mungkin, seharusnya Amdal itu ditolak oleh Pemerintah dan Perpres dicabut," ucapnya, Rabu (16/3/2016).
"Kami akan melakukan aksi pada 20 Maret nanti. Sikap itu sebagai sikap menolak reklamasi dan tidak mau alam kami dirusak," imbuhnya.
Menanggapi hal ini, Direktur PT. TWBI, Heru Budi Wasesa menyatakan, jika pihaknya akan mematuhi segala keputusan Pemerintah terkait dibatalkan atau tidaknya proyek tersebut.
Sehingga, dengan aksi seruan dari pihak penolak reklamasi, dianggapnya wajar dilakukan karena negara ini adalah negara demokrasi.
Hingga saat ini, diakuinya, proses revisi Amdal sudah dilakukan pihaknya semenjak pertemuan terkait kajian Amdal terakhir di Wismasaba Pemprov Bali beberapa waktu lalu.
"Kami lakukan sesuai dengan keputusan pemerintah, dan dikatakan harus melakukan revisi, ya kami lakukan revisi. Ini sudah berlangsung dan nanti akan kami ajukan lagi," ujar Heru.
Heru menyebut, bahwa kebijakan masyarakat Bali mengenai penolakan tidak dapat untuk meniadakan proyek atau menghentikan PT. TWBi untuk melaksanakan proyek itu.
Sebab, koridor atau pandangan mengenai proyek antara Desa Adat dan TWBI berbeda.
Sehingga, saat ini yang berhak memutuskan adalah Pemerintah.
"Kami serahkan semuanya ke Pemerintah. Artinya, jika kami harus merevisi ya kami revisi. Kami kan punya koridor dan pandangan berbeda mengenai hal ini (proyek Teluk Benoa)," urainya. (*)