Netizen: ''Semoga Kepergian Ayah ke Surga Jadi Motivasi Melanjutkan Hidup Lebih Baik Lagi, Amin''
Para netizen itu merasa seharusnya tak sampai seperti ini.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Walaupun netizen sempat mem-bully Sonya Ekarina Depari akibat kelakuannya memarahi polisi wanita Ipda Perida Panjaitan, di Jalan Sudirman, Medan, Rabu (6/4), tak urung membuat para netizen juga sedih begitu mendengar kematian Makmur Depari, ayah Sonya.
Para netizen merasa seharusnya tak sampai seperti ini.
Tayangan di televisi yang berulang-ulang, bully-an netizen di Instagram dan berita di internet yang tak terhitung, seharusnya tak ada.
Ucapan duka pun disampaikan seorang netizen melalui akun Facebooknya.
Merasa bahwa ia memiliki ikatan darah yang masih dekat, karena masih satu suku yakni Karo, Akun Eris Estrada Sembiring pun menyampaikan pesan kepada Sonya.
Dear Sonya Sembiring Depari..
Sadar betul aku kalau tingkahmu semalam salah, turang. Kam maki pula polwan sampe ngancam nurunin pangkatnya. Capek dia kerja dan meniti karir, pasti syok dia kam ancam karirnya dengan menyebut nama jenderal. Salah. Jelas itu salah, turang..
Tapi jauh lebih salah bully massal dari netizen. Apalagi sampai dijadikan meme. Kalau media, okelah. Itu fakta, dekku. Gak mungkin ditutupi juga kan? Tapi serbuan netizen yang memaki nggak jelas ini yang jadi masalah.
Media, selama berada dalam koridornya, jelas nggak boleh menjadi sasaran. Tapi seharusnya info dari media dijadikan sesuatu yang sifatnya bahan pelajaran dan informasi. Bukan malah bahan untuk membully. Publikasi, yes. Bully, NO!
Tabah kam ya turang..karna beru Sembiring makanya kupanggil Turang. Semoga kepergian ayah ke Surga menjadi motivasi buat melanjutkan hidup yang lebih baik lagi..Amin. ".
Berbagai komentar pun menambahkan, seolah setuju dengan apa yang disampaikan oleh akun Eris Estrada Sembiring.
Hadi Sucipto:
Setuju Bang Eris...!! Semoga kita semua juga semakin dewasa menyikapi pemberitaan sebagai informasi BUKAN sebagai bahan BULLY kepada siapapun. Be wise with our social media acccount.
Tatang Mulyana Sinaga:
Ini tsunami informasi yang membuat orang banyak salah kaprah. Kemajuan teknologi tak dibarengi kemampuan memahami perbedaan antara produk jurnalistik dan opini.
Akhirnya, banyak yang berkomentar dengan latar belakang pemahaman opini. Walaupun ada juga beberapa media daring yang disebut bang T Agus Khaidir salah mendudukan fakta karena mengejar sensasi.
Jadilah adek itu sasaran tembak bagi manusia-manusia yang mungkin tidak puas jika dalam satu hari enggak membully.
Eris Estrada Sembiring : Soal kabar meninggal itu, menurutku kita pun tak mampu banyak memberikan opini. Bukankah kematian itu ilmiah? Siapa yang bisa menyangkutpautkannya dengan masalah lain? Kematian itu, harusnya, jelas. Karena kita akan kerepotan ketika harus "mengilmiahkan" proses kematiannya. Sekali lagi, kita hanya bisa beropini...
Sementara itu, menurut psikolog Irna Minauli, bullying terhadap Sonya harus dihentikan. Alasannya, kondisi psikisnya akan semakin drop, kalau terus-terusan di-bully.
"Ya, tentu saja setiap bentuk bully harus dihentikan, termasuk cyber bullying juga harus dihentikan. Karena banyak kasus yang terjadi di Amerika, remaja yang menjadi korban cyber bullying banyak yang melakukan bunuh diri. Mereka tidak tahan dengan informasi yang begitu cepat menyebar di internet," katanya saat diwawancarai Tribun melalui via Whats Apps, Kamis malam.
Psikolog dari Minauli Consulting ini menjelaskan, korban bullying biasanya adalah seseorang yang memiliki karakter "ter", terbodoh atau terpintar, terjelek atau tercantik, termiskin atau terkaya.
Dan, melihat penampilan awal korban, nampak bahwa ia memiliki potensi untuk dijadikan korban bullying.
Sebab, tidak semua orang memiliki kecantikan dan kemewahan seperti yang dimilikinya.
Jadi, kata Irna, ketika ditemukan perilaku yang tidak baik pada seseorang, maka hal itu menjadi jalan pembenaran untuk dilakukan bullying. Itu sebabnya orangtua harus mengajarkan kepada para remaja untuk lebih berhati-hati menyatakan pendapatnya di depan publik.(Muhammad Tazli)