Uang Ganti Rugi Kecil, Warga Lampung Tengah Gugat Panitia Jalan Tol Trans Sumatera
Ada pemilik lahan meninggal dunia setelah tahu nominal ganti rugi tanahnya untul Jalan Ton Trans Sumatera Ro 35 ribu per meter.
Penulis: Wakos Reza Gautama
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Lampung, Wakos Gautama
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Panitia Pelaksana Pengadaan Tanah Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar II yang merupakan bagian Proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) didugat.
Sebanyak 58 warga Kelurahan Bandar Jaya Timur dan 15 warga Kelurahan Indra Putra Subing, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, sudah menunjuk tujuh pengacara dari Kantor Hukum Wahrul Fauzi Silalahi dan Rekan sebagai kuasa hukum.
Wahrul Fauzi Silalahi menjelaskan pihaknya telah mendaftarkan gugatan warga ke Pengadilan Negeri Gunung Sugih dengan tergugat di antaranya Pemerintah Provinsi Lampung.
Gugatan warga Kecamatan Bandar Jaya Timur terdaftar dengan nomor 06/Pdt.G/2016/PN.Gs dan warga Kecamatan Indra Putra Subing dengan nomor gugatan 07/Pdt.G/2016/PN.Gs.
"Pendafataran gugatan perbuatan melawan hukum ini kami lakukan pada Senin, 11 April 2016,” ujar Fauzi kepada wartawan, Selasa, (12/4/2016).
Inti gugatan menyoal harga ganti rugi pembebasan lahan milik warga sangat kecil dan tidak sesuai. Sudah sekitar tujuh bulan lebih warga memperjuangkan persoalan ini, baik secara politik daerah dan nasional, namun belum membuahkan hasil secara konkret.
“Ada salah satu warga pemilik lahan yang meninggal dunia setelah mengetahui nominal ganti ruginya Rp 35 ribu per meter persegi, padahal harga pasarannya Rp 300 ribu sampai Rp 350 ribu per meter persegi," kata dia.
"Sehingga kami melakukan gugatan ini agar warga mendapatkan keadilan dan tidak menjadi korban dalam proyek nasional pemerintahan Jokowi-JK,” ungkap Wakil Ketua HKTI Lampung tersebut.
Gugatan ini, lanjut Fauzi, juga dapat ditiru oleh warga-warga lain yang terkena pembebasan lahan dari proyek pemerintah, tapi ganti rugi tidak manusiawi. “Warga yang menjadi korban dari proyek pemerintah, harus berani melakukan perlawanan secara hukum, sehingga kesewenangan-wenangan yang dilakukan pemerintah harus dihentikan,” tegas Fauzi.
Kuasa hukum berharap para tergugat merivisi nominal ganti rugi yang tidak lagi menjadikan warga sebagai korban proyek pembangunan pemerintah.
“Menyatakan surat keputusan panitia pelaksana pengadaan tanah Jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar II tentang besarnya nilai ganti kerugian terkenan jalan tol di dua kelurahan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, sebagai dasar hukum untuk melakukan pembayaran ganti rugi pembebasan lahan yang diterjang proyek jalan tersebut,” imbuh Anggit Nugroho, kuasa hukum lainnya.
Mantan Kadiv Advokasi LBH Bandar Lampung tersebut menerangkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan tergugat dan turut tergugat adalah proses penetapan nilai ganti rugi terhadap lahan milik warga, tahapannya tidak sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
“Seharusnya, penetapan harga ditentukan dalam musyawarah antara tergugat dengan para warga (penggugat), namun musyawarah tersebut tidak ditempuh, dan penggugat langsung menetapan sepihak nilai ganti kerugian Rp 35 ribu per meter persegi, ” beber Anggit.