Kampung Ilmu Surabaya Diserbu Calon Mahasiswa Jelang SBMPTN
Ketika musim masuk perguruan tinggi tiba, pedagang buku di Kampung Ilmu, Surabaya, banyak diburu pembeli yang mengincar buku panduan masuk universitas
Penulis: Monica Felicitas
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Surya, Monica Felicitas
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sisa hujan menyisakan gerimis di Kampung Ilmu, Jalan Semarang No 55 Surabaya, atau 500 meter dari pintu masuk Stasiun Pasar Turi.
Simex (46) masih sibuk membenahi tumpukan buku yang berjejer di depan kiosnya agar terhindar dari percikan air yang tumpah dari langit, Selasa (26/4/2016).
Gerimis siang itu tak menyurutkan sejumlah muda-mudi memburu buku di Kampung Ilmu yang menyediakan aneka buku bacaan murah. Mulai dari buku baru hingga buku lama, atau bekas, yang langka.
"Penjualan buku SBMPTN akhir-akhir ini ramai. Sudah dari 10 hari yang lalu, sehari bisa habis 30 buku," Simex menceritakan peningkatan pembeli akhir-akhir ini.
Kebanyakan pembeli yang mendatangi Kampung Ilmu memburu buku berisi soal SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Tika (19), siswi jurusan IPA dari salah satu SMA Negeri di Surabaya, misalnya. Ia berencana akan mengikuti tes masuk fakultas kedokteran dan sudah membeli berbagai buku dari berbagai penerbit agar siap menghadapi SBMPTN.
"Sejak pendaftaran SBMPTN dibuka, saya sudah daftar. Tinggal menyiapkan mental, karena masuk kedokteran susah. Makanya saya sering latihan soal," ujar Tika.
Beberapa penerbit seperti Pustaka Setya, Yerama Widya dari Bandung, menjadi incaran para siswa untuk melatih menghadapi SBMPTN.
Simex memberikan diskon sebanyak 25 persen, dengan harga buku mulai Rp 35 ribu agar para siswa tertarik membeli buku miliknya.
"Kalau harga tergantung dari berapa tahun yang lalu, ada latihan soal mulai dari tujuh tahun yang lalu hingga tahun kemarin. Saya beri diskon agar tidak kalah dengan toko buku ber AC," kata Simex sambil tertawa.
Ia mengaku menjual buku SBMPTN susah-susah gampang, karena sifatnya musiman. Biasanya pembeli buku tes masuk universitas setelah ujian nasional tingkat sekolah menengah atas selesai.
"Anak sekarang jarang beli, langsung les. Tapi yang beli di saya juga tetap ramai, tergantung anaknya sendiri bukan bukunya, dan paling penting motivasi anaknya," cerita dia.
Meski ramai pembeli, Simex tidak mengambil untung banyak, hanya maksimal Rp 5 ribu. Meski begitu masih saja tetap ada yang menawar buku dagangan miliknya.
"Omset banyak waktu tahun ajaran baru dan kuliah. Tapi anak kuliah sekarang kayak anak TK, kalau enggak persis gambarnya enggak mau, sungguh terlalu," kata dia.
Saat ini pedagang buku fisik bersaing dengan pedagang buku via daring. "Buku online juga baik, sama-sama kerja. Masing-masing ada rezekinya. Kalau saya, hujan turun ya leren (usai)," ungkap Simex.