Kulit Sapi untuk Bahan Sepatu ini Diduga Dijadikan Cecek dan Rambak
Warga Jatim diharapkan untuk lebih waspada ketika akan menyantap panganan cecek atau rambak.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Warga Jatim diharapkan untuk lebih waspada ketika akan menyantap panganan cecek atau rambak.
Bisa jadi cecek atau rambak itu merupakan olahan dari kulit sapi ilegal asal Italia yang, Senin (2/5/2016), diusut Polda Jatim di Kompleks Pergudangan dan Industri Kencana Trosobo (PIKT), Sidoarjo.
Yang mengkhawatirkan, kulit sapi yang disita tersebut untuk keperluan industri, bukan untuk bahan makanan.
Tak ada yang mencurigakan dari kegiatan industri di Komplek PIKT. Beberapa truk trailer nampak hilir-mudik memuat dan atau menurunkan barang.
Namun, di salah satu blok, tepatnya Blok B9, ada hal yang berbeda. Bau prengus sapi merebak ketika mendekati gudang seluas 100 meter persegi ini.
Ternyata, gudang tersebut menjadi tempat penyimpanan kulit sapi impor dari Italia milik CV SM Mojokerto.
Kabidhumas Polda Jatim, Kombespol Argo Yuwono, mengatakan kulit sapi ini merupakan sisa-sisa industri kerajinan, khususnya sepatu.
"Kemudian pimpinan CV SM yang berinisial FAP mengimpornya dan menjualnya lagi ke sebuah sentra industri kerajinan di Magetan."
"Tapi, ada sebagian yang justru diolah dan dijadikan panganan cecek dan rambak. Ini yang salah," kata Argo saat menggelar rilis kasus perkara.
Bagi masyarakat Jatim, cecek dan rambak merupakan panganan tradisional yang sudah diakui kelezatannya.
Bahan makanan tersebut memang dibuat dari kulit sapi yang dikeringkan terlebih dahulu.
Namun, Argo menegaskan kulit sapi yang diamankan itu bukan untuk makanan. Di negara asalnya, lanjut Argo, kulit tersebut khusus untuk kebutuhan bahan baku industri.
Saat diimpor, kulit tersebut ditaburi banyak garam. Argo mengaku belum mengetahui pasti maksud menggarami kulit itu.
Namun, ia memprediksi proses penggaraman itu dilakukan untuk mengawetkan kulit tersebut untuk bisa sampai ke Indonesia dalam keadaan masih segar.
"Yang bisa kami deteksi sementara hanya garam. Tapi bisa jadi ada zat lain yang berbahaya untuk pengawetannya. Kami akan teliti lebih lanjut," sambungnya.
Kepada polisi, tersangka FAP menerangkan proses pembuatan kulit sapi untuk sepatu ini menjadi cecek.
Kulit sapi tersebut direbus berkali-kali agar teksturnya bisa seperti kulit sapi baru potong. "Setelah mirip, baru diolah menjadi cecek dan rambak," ungkapnya.
FAP mengaku sudah enam bulan ini melakukan usaha ilegal itu. Sekali impor bisa mencapai 150 ton.
Argo menyatakan yang berhasil diamankan hanya 17,4 ton dalam bentuk potongan-potongan kecil.
Banyak potongan yang bahkan seperti sudah berbentuk pola-pola tertentu. Kulit-kulit ini dikirim ke Magetan, Gresik, dan Mojokerto, untuk dijadikan bahan panganan. "Kulit-kulit ini dihargai Rp 14.000 per kilo," bebernya.
Selain FAP, Polda Jatim juga mengamankan empat pegawai CV SM yang saat penangkapan 20 April lalu akan mengirimkan kulit-kulit itu.
Kepala Dinas Peternakan Jatim, Ir Maskur, menyatakan kulit sapi ini bukan untuk konsumsi sehingga berbahaya jika dikonsumsi.
Selain kandungan yang ada pada kulit itu tak bisa dipertanggungjawabkan, kehalalannya juga dipertanyakan.
"Kulit ini untuk kerajinan. Kami pun tidak tahu bagaimana peternak sapi di Italia memotong dan mengolahnya," imbuh Maskur.
Dijelaskan, untuk bahan panganan, ada sejumlah prosedur tersendiri agar bisa masuk ke suatu negar
a. Bahkan, khusus untuk impor kulit sapi ke Indonesia harus dalam bentuk satu tubuh sapi utuh, bukan per potong.
"Ini jelas sudah melanggar ketentuan. Gudangnya saja bukan gudang Instalasi Karantina Produk Hewan (IKPH)," ucapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.