Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menengok Budaya Lontara di atas Selembar Kain Batik

Kenapa Makassar tak memiliki batik seperti daerah lainnya? Andi Bau Aisha Jeanni menjawabnya dengan mengembangkan batik Lontara.

Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Y Gustaman
zoom-in Menengok Budaya Lontara di atas Selembar Kain Batik
Tribun Timur/Fahrizal Syam
Andi Bau Aisha Jeanni (62) sedang menggoreskan kuasnya di atas kain yang sudah dimotif batik Lontara di rumahnya di Jalan Gunung Nona, Lorong 33, No 35, Kelurahan Pisang Selatan, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar. 

Laporan Wartawan Tribun Timur Fahrizal Syam

TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Kenapa Makassar tak memiliki batik seperti daerah lainnya? Andi Bau Aisha Jeanni menjawabnya dengan mengembangkan batik Lontara, merujuk corak budaya Bugis.

Di usianya sudah 62 tahun tak menyurutkan Andi menggoreskan kuas dan canting ke atas selembar kain berukuran dua meter yang sebelumnya sudah terpola motif Lontara.

Kemampuan membatik Aisha diperolehnya saat masih kuliah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 1975. Jurusan bahasa Inggris yang ia ambil memang tak berhubungan dengan aktivitas membatiknya.

"Saat kuliah itu saya sering ke rumahnya Pak Bagong Kussudiardja, ayah Butet Kartaredjasa untuk belajar membatik," Aisha memulai ceritanya kepada Tribun Timur di beranda rumahnya di Jalan Gunung Nona, Lorong 33, No 35, Kelurahan Pisang Selatan, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Senin (2/5/2016).

Selama kurang lebih dua bulan, saban sore jika sedang tak ada aktivitas, Aisha selalu belajar membatik bersama teman-temannya di rumah Bagong.

Batik Lontara Aisha kembangkan pada 2013, terinspirasi ketika berbagai daerah di Indonesia memilik batik, tapi Makassar tidak. Akhirnya Lontara diambil sebagai motif karena memiliki keunikan.

BERITA REKOMENDASI

"Saya sempat buat motif Toraja, tapi kalau dilihat ternyata motifnya hampir sama dengan motif budaya Batak dan Papua. Makanya saya coba Lontara karena saya anggap unik," beber perempuan bertudung itu.

Untuk membuat satu kain batik berukuran dua meter, Aisha memerlukan waktu satu sampai dua minggu, tergantung tingkat kesulitannya.

Dalam membuat kain batik itu ia masih memakai cara dan peralatan sederhana: menggambar motif, mencanting, mencolet, menutup malam, mewarnai, lalu melorot dan semua peralatannya masih sederhana.

Selama proses pembuatan batik Lontara ia dibantu dua karyawan yang sudah dilatih membuat batik.

Meski memiliki produk yang terbilang unik, hingga kini Aisha mengaku peminat batik Lontara masih sangat kurang. Ia hanya membuat beberapa saja untuk mengisi waktu luangnya.


"Saya bikin sesuai pesanan orang saja. Saya bikin kalau orang ada yang mau, karena saya tidak tahu mau dijual di mana," kata Ketua Pokja III PKK Kecamatan Ujung Pandang ini.

Meski begitu, bukan berarti batik Lontara buatan Aisha tidak laris. Ia mengaku beberapa lembar kain batiknya pernah dibeli turis mancanegara yang datang ke Makassar, Sulawesi Selatan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas