Suka Duka Sopir Ambulans, Mulai Penghasilan Minim Hingga Diikuti Roh
Namun usut punya usut, akhirnya Yusran paham bahwa jenazah yang diantarnya itu, semasa hidup memiliki dua istri.
Editor: Wahid Nurdin
TRIBUNNEWS.COM - Menjadi sopir ambulans tidak hanya membutuhkan kemampuan teknis maupun kecakapan saat mengendarai mobil.
Tapi juga harus siap mengambil risiko, mulai dari penghasilan yang minim, dikejar-kejar waktu saat membawa orang yang sedang sekarat, sengketa keluarga, hingga ada yang merasa diikuti oleh roh orang yang sudah meninggal.
Di Aceh, ada ratusan orang yang berprofesi sebagai sopir ambulans. Bahkan di beberapa daerah, anggota dewan juga ikut menjadi sopir dadakan untuk ambulans yang dimilikinya.
Lazimnya, menjelang pemilu, program populer semacam ini banyak dilakukan anggota dewan. Ada hubungan timbal-balik di dalamnya. Bagi anggota dewan, menjadi salah satu cara mempopulerkan diri, sedangkan bagi masyarakat punya keuntungan mendapatkan pelayanan gratis.
Di sisi lain, siapa pun pemilik ambulansnya, pasti membutuhkan sopir, yang siap mengantar penumpang ke rumah sakit ataupun ke liang lahat.
Perjalanan sang sopir mengantar ke tujuan tersebut punya banyak suka duka dan beragam cerita misteri yang melingkupinya.
Serambi (Tribunnews.com network) merangkum sebagian cerita tersebut dalam laporan berikut ini.
Dari Rebutan Jenazah hingga Ketinggalan Kapal Yusran (40), sudah belasan tahun menjadi sopir mobil ambulans jenazah. Dia sudah pernah mengantar jenazah ke sejumlah pelosok Aceh.
Hingga kini pria berperawakan gempal ini dipercaya sebagai Kepala Kemotoran/Ambulans di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh.
Beragam kejadian pun sudah pernah dialami saat mengantar jenazah. Pada tahun 2006 ia pernah mengantarkan jenazah seorang pria ke kawasan Kuta Binjai, Aceh Timur.
Namun di tengah jalan mobil ambulans yang dia kemudikan dihadang orang yang mengaku keluarga jenazah.
Mereka meminta jenazah diantar ke kampung yang mereka tunjuk. Karena ia menolak, jenazah sempat diminta untuk diturunkan.
Kejadian itu membingungkan Yusran. Sebab, dari Banda Aceh Yusran diminta mengantar jenazah bukan ke tempat seperti yang dimaksud sekelompok orang yang menghadang.
Menghadapi kondisi tersebut, dia dituntut tetap profesional dan amanah. Jenazah harus diantar sesuai pemberi amanah, dengan cara-cara yang bisa diterima oleh pihak keluarga.