Bupati Dogiyai Minta Status Non-aktif Dicabut
Tuntutan pencabutan status nonaktif dirinya juga merujuk pada hasil gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, NABIRE - Bupati Kabupaten Dogiyai Papua, Thomas Tigi meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencabut status penonaktifan dirinya. Dia menilai keputusan tersebut tidak benar dan tidak melalui aturan.
Thomas dinonaktifkan berdasar Surat Keputusan Mendagri Nomor 131.91-5842 tahun 2015 dengan merujuk surat Gubernur Papua Nomor: 180/12036/SET tanggal 6 Oktober 2015 perihal usulan pemberhentian sementara terdakwa Bupati Dogiyai a.n Drs. Thomas Tigi.
“Aturan itu harus melalui DPRD kalau untuk proses plt (pelaksana tugas),” ujar Thomas melalui keterangan tertulis, Minggu (5/6/2016).
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 30 Ayat 1 dan 2 disebutkan; "Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila dinyatakan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan."
Tuntutan pencabutan status nonaktif dirinya juga merujuk pada hasil gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura. Hakim PTUN Jayapura dalam putusannya pada 25 Februari 2016, memenangkan gugatan Thomas Tigi atas Gubernur Papua dan Pelaksana tugas (Plt) Bupati Dogiyai Herman Auwe .
Dalam putusannya, PTUN Papua mengembalikan status jabatan Thomas Tigi sebagai Bupati Dogiyai yang sah dan menyatakan status wakil bupati yang juga plt Bupati Dogiyai, Herman Auwe tidak mempunyai kekuatan hukum dan SK Plt tersebut dibatalkan demi hukum.
Thomas Tigi mensinyalir ada permainan antara pemerintahan Jayapura (Provinsi Papua) dengan dengan jajaran oknum di Kemendagri sehingga SK penonaktifan dirinya keluar.
Dalam SK Mendagri tersebut ditulis bahwa Thomas divonis 4 tahun penjara atas kasus bantuan dana sosial (bansos) 2013/2014 yang diduga merugikan negara Rp3,7 miliar. Padahal faktanya, Pengadilan Negeri (PN) Jayapura hanya menjatuhkan vonis 1 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp50 juta dari tuntutan 4 tahun penjara, pada 26 Februari lalu.
Atas putusan ini, Thomas pun memutuskan banding dan saat ini tengah diproses di tingkat Pengadilan Tinggi Papua. Sementara, semenjak diperiksa, Thomas sudah dinyatakan sebagai tahanan luar selama setahun. Sehingga praktis saat putusan itu dia sudah menjalani sanksi.
Lebih jauh Thomas membantah dirinya telah menyalahgunakan dana bansos. Hasil temuan BPKP Papua menyatakan, dana yang digunakan adalah dana penyelenggaran pemerintah. Dia menegaskan, bukan dana bansos yang digunakan, melainkan dana penunjang tugas-tugas.
“Tapi karena ada yang tidak senang, hal ini dibelokkan. Dianggap dana bansos. Mereka kemudian lapor ke pihak berwenang. Sehingga terjadilah kejadian seperti ini,” kata dia.
Ada beberapa kegiatan yang dia gunakan dengan dana tersebut. Diantaranya adalah syukuran usai dirinya terpilih menjadi bupati Dogiyai 2012-2017.
“Bupati itu bukan pilih sendiri, pilih sendiri boleh tapi itu kami yang pilih maka 10 distrik harus ada syukuran” ujar Thomas menirukan permintaan masyarakat Dogiyai saat itu.
Dia menyatakan, kegiatan tersebut sudah dibentuk kepanitiaannya dan uang syukuran dikeluarkan lewat panitia, bukan melalui dirinya.
Kegiatan-kegiatan lain adalah laporan akhir tahun oleh BPKAD dan rakor di Merauke yang diikuti para bupati se-tanah Papua. “Kami gunakan uang itu untuk perjalanan dinas. Karena kalau kegiatan bupati seperti raker itu kaitannya dengan pembangunan, maka saya bawa juga Dinas PU dan Bappeda,” jelas dia.