Ngabuburit Bareng Mantan Pecandu Narkoba Bikin Seru
Rumah di Jalan Stonen Utara Nomor 37 tak jauh berbeda dengan rumah di sekitarnya. Di sana kumpul mantan pecandu narkoba.
Penulis: Muh Radlis
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Muh Radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Rumah di Jalan Stonen Utara Nomor 37 tak jauh berbeda dengan rumah di sekitarnya. Di sana kumpul mantan pecandu narkoba.
Jangan berburuk sangka dahulu, mereka sibuk membuat kue, selai, hingga membetulkan meja rusak. Mantan pecandu narkoba ini dibina Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Tengah.
Di depan rumah, terdapat papan bertuliskan Rumah Damping Astama BNNP Jateng. Sore hari, masing masing penghuni rumah damping mengerjakan aktivitas masing-masing.
Ada yang membetulkan meja yang rusak, ada yang membuat kue, selai nanas, dan ada juga yang menyiapkan makanan untuk berbuka puasa.
Selain tujuh orang mantan pecandu narkoba menghuni rumah tersebut, ada juga beberapa pendamping dan pengasuh dari psikolog serta anggota BNNP Jateng.
Sembari menunggu buka puasa, Tribun Jateng menyempatkan mengobrol dengan beberapa mantan pecandu narkoba di rumah itu.
Mendengar keluh kesah dan perjuangan mereka terbebas dari jeratan narkotika dan obat obatan terlarang.
Seorang mantan pecandu asal Jakarta, Ruben, menceritakan kisahnya pertama kali mengenal narkoba.
Saat itu ia mulai mengkonsumsi ganja ketika baru duduk di bangku kelas enam sekolah dasar.
"Waktu itu belum tau apa rasanya, sekitar tahun 80-an. Dikasih cimenk (ganja) sama teman, saya isap saja seperti rokok," kata Ruben.
Tak puas merasakan cimenk, seiring berjalannya waktu Ruben mulai mengkonsumsi narkoba jenis lain. Mulai dari sabu, inex, hingga putau, hingga akhirnya ia menjalani rehabilitasi pada 1994. "Waktu itu sama sudah SMA, pertama kali rehab," kata dia.
Karena hanya mengikuti kemauan orang tua, rehab yang dijalani oleh Ruben pun tak berhasil. Dia akhirnya terjerumus kembali ke dunia hitam.
Dua kali tertangkap polisi belum juga membuat Ruben sadar. Awal 2000, ia hijrah ke Kota Semarang berharap bisa melepaskan diri dari godaan rekan-rekannya yang sudah malang melintang di narkoba.
Bekerja di perusahaan ekspor impor dengan penghasilan lebih, ditambah bertemu kembali dengan rekan-rekannya semasa SMA yang menggunakan narkoba membuat Ruben melupakan niatan awalnya datang ke Kota Semarang.