''Saya Ingin Pak Presiden Jokowi Lihat Kelas Kami''
Apa boleh buat siswa kelas VI SD Negeri 32 Simpang Hulu tetap semangat belajar. Mereka berharap Presiden Joko Widodo mendatangi sekolah mereka.
Penulis: Tito Ramadhani
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KETAPANG - Satu di antara siswi Kelas VI SD Negeri 32 Simpang Hulu, Mega Hayati (12), mendapat peringkat pertama di kelas dalam dua tahun terakhir.
"Baru dua kali juara 1, dari kelas IV naik ke kelas V juara 1, terus kelas V naik ke kelas VI juga juara 1," kata Mega berbagi cerita kepada Tribun Pontianak, Kamis (28/7/2016).
Putri pasangan Uder dan (almarhumah) Ana ini sejak kecil hingga berusia 12 tahun tak tahu dunia luar. Setiap hari ia pergi dari rumahnya di Kampung Lempaong menuju sekolahnya di Desa Balai Pinang, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
"Dari awal memang sekolah di sini. Saya tinggal di Lempaong. Kampung di ujung sana," kata Mega sambil menunjukkan Tribun letak kampungnya dengan ujung telunjuknya.
Sejak kecil, anak keenam dari tujuh bersaudara ini sudah ditinggal meninggal ibunya. Ia membenarkan ruang kelas yang hampir roboh tempatnya belajar bersama sepuluh siswa kelas VI sehari-hari.
Meski kelasnya miring, lapuk dan hampir roboh yang sewaktu-waktu mengancam keselamatan, Mega dan teman-temannya tetap dapat belajar tenang.
"Kalau kelihatan ada orang lewat, kami tidak terganggu, tetap bisa konsentrasi belajar. Cita-cita saya mau jadi polwan. Supaya tercapai saya harus bisa belajar giat dan tetap semangat. Saya yakin bisa lulus," kata Mega optimistis.
Siswi lainnya, Safira Lili (14), mengaku sudah terbiasa belajar dengan kondisi ruangan kelas jauh dari ideal yang ditempati bersama teman-temannya selama ini.
Ia pasrah dengan kondisi kelas yang sudah sejak dulu memang begitu keadaannya. Bisa jadi Safira tidak tahu seperti apa kondisi kelas yang ideal.
"Ingin sih kalau kelas bisa lebih baik, cuma sudah keadaan kayak begini dari dulunya, tidak bisa juga kami mengubah kan. Kalau belajar tidak terganggu. Kalau guru menjelaskan tetap bisa konsentrasi belajar," sambung Safira.
Safira harus berjalan kaki sekian kilometer dari rumahnya di Biakam menuju sekolahnya di Balai Pinang.
"Cita-cita saya mau menjadi guru, maunya sih menjadi guru IPA," kata putri pasangan Yandi Amat dan Santi sambil memperlihatkan giginya.
Hal senanda diungkapkan Siska (13). Meski bingung melihat kondisi ruangan kelasnya yang tak layak ditempati, ia mengaku harus tetap bersemangat belajar.