Pelajar di Belitung Timur Hobi Mabuk Rebusan Pembalut
Kenakalan remaja berupa penyalahgunaan obat-obatan serta menenggak minuman keras (miras) marak di Belitung Timur (Beltim).
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, BELITUNG TIMUR - Kenakalan remaja berupa penyalahgunaan obat-obatan serta menenggak minuman keras (miras) marak di Belitung Timur (Beltim).
Tak hanya sekadar mabuk arak, lem, hingga obat batuk kemasan (sachet), belakangan yang baru mencuat adalah mabuk menggunakan pembalut wanita dan popok bayi (diapers).
Pos Belitung (Grup Bangka Pos) berhasil menjumpai seorang pengguna, sebut saja namanya Kujay (14), bukan nama sebenarnya.
Remaja tanggung yang masih duduk di bangku SMP itu mengaku diberitahu temannya di Tanjungpandan, Belitung bahwa pembalut wanita dan popok bayi bisa bikin mabuk.
"Kalau sudah mabuk, asyiknya dibawa berangin (berangin-angin), jalan-jalan pakai sepeda motor. Pakai (mengendarai) motor bawaannya tegang. Biasanya pelan, tapi tegang," ucap Kujay kepada Pos Belitung, Senin (1/8) lalu.
Anak baru gede (ABG) yang tinggal di Kecamatan Kelapa Kampit ini mengatakan rata-rata jenis pembalut yang digunakan adalah yang bersayap (wing). "Rasanya pahit, kelat," ujar Kujay.
Menurutnya, setelah setengah jam meminum rebusan pembalut, mulai terasa mabuk. Sensasinya bisa dua hingga tiga jam. Mabuknya, lebih dari mabuk arak atau obat batuk kemasan. Mabuk juga bisa lebih lama jika ditambah menenggak arak.
"Sekarang ini marak dikonsumsi, pagi, siang, dan sore. Terutama saat ngumpul-ngumpul, biasanya kami minum di luar rumah, di tempat sepi," kata Kujay sembari menambahkan penikmat mabuk pembalut biasanya anak-anak SMP seusianya.
Kujay mengaku, biasanya membeli pembalut di sebuah toko langganannya di Pasar Kelapa Kampit. Toko ini menjual bebas barang-barang yang bisa disalahgunakan.
"Mau obat batuk, pembalut, perekat, dan segala macam, orangnya cuek," kata Kujay sembari
menambahkan mabuk menggunakan infus juga lagi tren.
Sama halnya dengan Kujay, Jontor (16), bukan nama sebenarnya sudah lebih lama merasakan sensasi mabuk pembalut. "Sejak pertengahan tahun 2015," kata remaja yang duduk di bangku SMA kelas X itu.
"Ampas pembalut terkadang dibakar, namun saat udah terasa nyaman dan buru-buru mau fly, sudah lupa buang ampas, lempar saja ke kotak sampah," ujarnya.
Setiap hari, kata Jontor, sekelas anak-anak SMA biasanya diberi uang saku Rp 10 ribu. Mereka kemudian patungan untuk membeli pembalut.
"Karena keseringan, bisa dibilang ya (nyandu), karena berkali-kali," aku Jontor, seraya menambahkan, penyalahguna pembalut hampir semua dilakukan laki-laki.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.