Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Apitan, Tradisi Warga Grobogan Mengenang Leluhur dengan Sembelih 21 Ekor Kerbau

Warga Desa Kandangrejo, Klambu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, tak berani meninggalkan tradisi apitan. Mereka takut kualat.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Apitan, Tradisi Warga Grobogan Mengenang Leluhur dengan Sembelih 21 Ekor Kerbau
Tribun Jateng/Puthut Dwi Putranto
Warga Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (26/8/2016), mengadakan tradisi apitan setiap tahun. 

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Puthut Dwi Putranto

TRIBUNJATENG.COM, DEMAK - Sebuah tradisi unik dilaksanakan warga Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (26/8/2016).

Mereka menyembelih 21 ekor kerbau sebagai syarat prosesi ritual tradisi apitan. Sedekah bumi ini sudah turun temurun dan berlangsung setiap tahun pada bulan apit, tepat pada Jumat Pon (penanggalan jawa).

Tradisi ini sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas kesehatan serta melimpahnya hasil bumi yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Mbah Tasdi, Tokoh Masyarakat Desa Kandangrejo, menjelaskan tradisi ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Seluruh daging kerbau yang telah dikumpulkan kemudian dimasak di rumah Kepala Desa setempat.

Saat bulan apit, warga wajib menyediakan hewan kerbau untuk disembelih dan dibagikan merata ke seluruh warga.

Berita Rekomendasi

Sekali pun hewan sapi juga diperbolehkan untuk disembelih, namun warga tetap memilih kerbau karena mengikuti tradisi awal.

"Kerbau adalah lambang kesuburan dimana para petani selalu membajak sawah dengan menggunakan kerbau," ungkap Mbas Tasdi kepada Tribun Jateng, Jumat (26/8/2016).

"Ini merupakan tradisi warga sini sebagai ungkapan terimakasih kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada kami. Dagingnya kita bagi dan kita makan bersama-sama di rumahnya Pak Kades."

Kepala Desa Kandangrejo, Widi Rifai, mengatakan ia dan warga akan terus berupaya untuk mempertahankan tradisi ini secara turun temurun.

Selain untuk melestarikan tradisi leluhur. Sedekah bumi ini juga dijadikan sebagai sarana untuk mempererat persaudaraan antar tertangga.

"Ini bentuk upaya kami untuk nguri-nguri budaya," ujar Rifai.

Sementara itu, seluruh warga pun menyambut tradisi ini dengan suka cita. Warga mengaku takut jika meninggalkan tradisi ini, mereka akan tertimpa bencana.

Warga berharap tradisi ini bisa terus berlangsung sehingga mereka akan selalu mendapatkan barokah.

"Wah, kami jelas tidak berani mas meninggalkan tradisi ini, takut kalau terjadi apa-apa dengan kami dan desa kami. Yang penting kita niatnya mendoakan leluhur dan bersodaqoh yang mana pahalanya kita tujukan kepada leluhur kita sesuai dengan alur ritual yang telah dijalani selama ini," ungkap warga setempat, Nur Faizin.

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas