Petani Ngada Serap Uang Rp 20 Miliar dari Ekspor Kopi
Sekitar 1.000 orang petani kopi asal Kabupaten Ngada, Provinsi NTT yang tergabung dalam Unit Pengolahan Hasil (UPH) kopi mampu menyerap Rp 20 miliar
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Pos Kupang, Eugenius Moa
TRIBUNNEWS.COM, RUTENG -Sekitar 1.000 orang petani kopi asal Kabupaten Ngada, Provinsi NTT yang tergabung dalam Unit Pengolahan Hasil (UPH) kopi mampu menyerap dana sejumlah Rp 20 miliar lebih dari transaksi penjualan kopi dengan eksportir PT Indocom Perwakilan Flores.
"Nilai uangnya lebih dari Rp 20 miliar ditransfer melalui Bank NTT. Jumlah itu meningkat terus setiap tahun sejak kami mulai melakukan eksportir tahun 2005," kata Suharman, Perwakilan PT Indocom Flores, kepada Pos Kupang di Ruteng, Senin (29/8/2016).
Ekspor kopi Bajawa tahun 2016, kata Suharman, telah terpenuhi 1.200.000 liter dari target 2.000.000 liter atau 500 ton kopi biji (beras).
Sisanya sejumlah 800.000 liter akan dipenuhi dalam sisa waktu tiga bulan mendatang yang disuplai oleh 1.000 petani yang tersebar pada 97 UPH.
Menurut Suharman, ekspor kopi dari Ngada setiap tahunnya mengalami kenaikan signifikan berkat kerja keras petani dan dorongan yang kuat dari pemerintah daerah.
Luas kebun kopi juga terus bertambah setiap tahun karena program penanaman baru dari pemerintah setempat.
Kenyataan ini, kata Suharman, ironi dengan kondisi tanaman kopi di Manggarai, sampai saat ini belum pernah masuk ke pasar ekspor Eropa, Amerika dan Asia.
"Kerja berat tahun 2005 ketika kami masuk perdana ke Bajawa memulai ekspor kopi kerja berat. Karena sekian lama petani terpola dengan cara-cara lama dalam pemeliharaan, perawatan, panen dan pasca panen."
"Mengarahkan dan membimbing petani butuh kesabaran. Tapi, hasilnya dinikmati beberapa tahun ini," kata Suharman.
Suharman menegaskan, petani tidak rugi bergabung dalam UPH. Mereka tak sekadar mendapat pendampingan dan fasilitas bantuan dari eksportir maupun pemerintah.
Petani juga memiliki posisi tawar yang kuat dengan eksportir dengan menetapkan harga jual komoditasnya.
"Prinsipnya, petani tidak boleh rugi kalaupun harga ekspor kopi menurun. Untuk menetapkan harga ekspor, petani dan eksportir sama-sama sepakat menetapkan harga," ujarnya. (*)