Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bendesa Adat: Kami Bukanlah Orang-orang Separatis Seperti Dituduhkan

Usai berjalan kaki membawa 110 Bendera Merah Putih, ribuan massa penolak reklamasi pun melakukan persembahyangan di Pura Sakenan.

Penulis: I Made Ardhiangga
Editor: Wahid Nurdin
zoom-in Bendesa Adat: Kami Bukanlah Orang-orang Separatis Seperti Dituduhkan
TRIBUN BALI/I MADE ARDHIANGGA
Usai berjalan kaki membawa 110 Bendera Merah Putih, ribuan massa penolak reklamasi pun melakukan persembahyangan di Pura Sakenan. Kirab yang ditempuh oleh warga Bali sejauh 11 kilometer itu memuat sejumlah pesan untuk didengar pemerintah. 

Laporan wartawan Tribun Bali, I Made Ardhiangga

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Kirab Bendera Merah Putih yang dilepas oleh sejumlah Veteran Bali berakhir di Pura Sakenan Denpasar Bali.

Usai berjalan kaki membawa 110 Bendera Merah Putih, ribuan massa penolak reklamasi pun melakukan persembahyangan di Pura Sakenan.

Kirab yang ditempuh oleh warga Bali sejauh 11 kilometer itu memuat sejumlah pesan untuk didengar pemerintah.

Bendesa Adat Kuta Wayan Swarsa menyatakan, kirab ini sebagai peringatan 110 tahun Puputan Badung.

Dimana para leluhur, pejuang atau nenek moyang warga Bali mengusir penjajah dari Tanah Air Indonesia.

Semangat perjuangan Puputan Badung itu memang ada sebelum adanya NKRI.

Berita Rekomendasi

Dan semangat perjuangan itulah, yang akhirnya menyatukan Bali menjadi bagian dari NKRI.

"Maka dari itu, kami bukanlah orang-orang Separatis seperti dituduhkan. Kami sangat paham dan tidak akan mengingkari para Leluhur yang sudah rela mati di medan pertempuran hanya untuk bergabung dengan Negara Indonesia. Sehingga tuduhan separatis kami buktikan dengan kirab ini," papar Swarsa, Minggu (25/9/2016) di sela-sela sebelum melakukan persembahyangan.

Swarsa mengaku, perjuangan rakyat Bali saat ini adalah untuk menjaga tanah leluhur dari jajahan Investor. Sebab, ‎sebagai warga Tradisional, warga adat Bali memiliki Hak Tradisional di Pasal 18 B.

Dimana, konstitusi yang sudah melindungi warga Bali itu juga tercermin dari awig-awig (hukum adat) yang ada di desa-desa adat di Bali.

"Acuan kami membuat hukum adat itu juga berdasarkan Pancasila dan UUD 45 yang tertuang di Pasal 18 B," tegasnya.

Ia menegaskan, sehingga bagaimana mungkin, warga Bali akan melakukan tindakan makar, sementara yang dilakukan sesuai dengan Pasal 18 B UUD 45.

Apabila, warga adat Bali memiliki Hak Tradisional. Dan Teluk Benoa adalah kawasan suci yang dijaga oleh warga Bali. Karena itu menyangkut hak dan martabat warga Bali.

"Kami tidak akan melakukan somasi atas tuduhan itu. ‎Mungkin mereka belum mengenal, mendengarkan dan melihat kami (warga adat Bali). Jadi kami biarkan saja," ungkapnya.

"Karena sesuai ajaran Hindu, cara orang mengetahui kebenaran adalah dengan melihat, mendegarkan dan melihat langsung. Jadi kami tidak akan mempermasalahkan, karena ketidaktahuannya," imbuhnya.
Wayan Swarsa.

Dia menambahkan, dengan adanya peringatan ini, maka harus diketahui apabila Nasionalisme sebagai warga Bali jauh dari tuduhan yang dialamatkan pada warga Bali.

Karena, sambung dia, perjuangan orang-orang terdahulu (bersatu dengan NKRI) tidak mungkin akan dinodai oleh warga Bali.‎

"‎Ini juga menunjukkan bahwa kami mencitai Indonesia," tutupnya. (ang)

Sumber: Tribun Bali
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas