Tradisi Nguras Enceh di Makam Imogiri Sudah Ratusan Tahun, Begini Ceritanya
Ribuan warga berdatangan ke makam raja-raja di pemakaman Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (7/10/2016).
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Ribuan warga berdatangan ke makam raja-raja di pemakaman Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (7/10/2016).
Mereka berziarah dan ngalap berkah dari ritual Nguras Enceh atau tempayan di makam keramat tersebut. Seluruh peserta ritual mengawalinya dengan tahlilan sebelum pengisian air ke dalam gentong.
Sejumlah empat orang abdi dalem Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta menyambut datangnya masyarakat yang akan mengikuti prosesi Kuras Enceh.
Sedangkan pendopo yang terletak tak jauh dari gapura penuh sesak dengan masyarakat yang berasal dari luar kota. Sebagian dari mereka rela menginap semalaman agar bisa membawa air hasil kurasan dari enceh ini.
Pengageng Makam Raja-Raja Imogiri bagian administrasi, KRT Rekso Suryohasmoro SK SMHK, menjelaskan tradisi ini sudah ada sejak zaman Sultan Agung Hanyokrokusumo. Saat itu, enceh atau gentong ini dipergunakan untuk wudu sebelum salat.
"Hampir ratusan tahun tradisi ini dilestarikan setiap bulan Sura. Enceh dibersihkan," Rekso menjelaskan fungsi enceh atau gentong air.
Sebagian pengunjung meminta air bertuah dari empat enceh dari Kasunanan Surakarta dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Air yang konon dipercaya memiliki tuah ini kemudian diambil oleh warga menggunakan botol air mineral bekas untuk kemudian dibawa ke rumah.
Beberapa warga ada yang meminum air itu dan mengusapkannya di wajah. Mereka percaya air ini bisa memiliki tuah untuk kesembuhan dan juga penyubur tanaman.
"Memang airnya diminta untuk masyarakat. Dari Keraton sebenarnya tidak menganjurkan mengambil airnya. Mereka ada yang percaya untuk obat dan pupuk. Ini kepercayaan masing-masing," kata dia.
Hingga siang warga masih menunggu pembagian air tersebut. Mereka juga menikmati makanan berupa nasi gurih yang menjadi sarana selamatan.