Ditawari Uang Rp 1 Juta jadi Rp 1,5 M, Meski Kurang Percaya AS Setor Juga ke Dimas Kanjeng
Awalnya, dia menjalani hidup seperti air mengalir tanpa target ekonomi yang muluk-muluk.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, PROBOLINGGO -- Para pengikut Dimas Kanjeng berasal dari berbagai profesi. Bahkan kalangan terdidik dan pengelola lembaga pendidikan. Janji manis uang bisa digandakan membuat santri Dimas Kanjeng Taat Pribadiyang mengurusi lembaga pendidikan ini “lupa diri” dan “hilang akal”.
Salah satunya AS (32), warga Kabupaten Probolinggo. AS adalah jebolan pondok pesantren dan di rumahnya mengelola lembaga pendidikan. Teman-temannya kebanyakan adalah guru dan pengurus lembaga pendidikan. Awalnya, dia menjalani hidup seperti air mengalir tanpa target ekonomi yang muluk-muluk.
Lalu, jalan pikirannya berubah pada awal 2014. Saat itu, dia bertemu temannya sesama pengurus lembaga pendidikan dan mengajaknya bergabung menjadi santri Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, yang berpusat di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
“Dia bercerita banyak soal kesaktian Dimas Kanjeng. Saya sebelumnya juga telah mendengar kehebatan mendatangkan uang gaib si Dimas Kanjeng dari teman, saudara, orang pasar, dan media sosial. Teman saya itu jadi koordinator padepokan. Menurutnya, santri yang membayar mahar Rp 1 juta bisa mendapatkan Rp 1,5 miliar,” katanya kepada Kompas.com, Minggu (16/10/2016).
Karena tuntutan ekonomi dan harga bahan pokok merangkak naik, AS berpikir keras berhari-hari atas ajakan temannya tersebut. Dia setengah yakin separuh tidak percaya. Tapi, derasnya cerita bahwa Dimas Kanjeng memiliki kesaktian dan mendengar bahwa santri lainnya mendapatkan pencairan uang berlipat-lipat dari nilai yang disetor membuatnya lupa diri.
“Saya lupa diri dan hilang akal. Akhirnya saya putuskan untuk menjadi pengikut dengan menyetor mahar kepada koordinator itu,” kisahnya.
AS merinci, setoran pertama Rp 500.000, kemudian Rp 1 juta, Rp 500.000, Rp 1 juta, dan terakhir Rp 500.000. Total yang dia setor Rp 3,5 juta. Tanpa kuitansi, tanpa hitam di atas putih, atas dasar kepercayaan saja sambil berharap uangnya cair Rp 3,5 miliar.
“Uang itu milik lembaga pendidikan saya yang saya pinjam. Juga penghasilan saya dari honor dan hasil jualan produk. Saya sempat meminjam ke teman-teman untuk menambah setoran, tapi hanya Rp 3,5 juta yang saya setor,” tuturnya.
Tak seperti santri lainnya. AS mengaku tidak mendapatkan barang dari mahar yang dia setor. Seperti cincin, gelang, foto dan kantong kain. Dia juga sempat heran, lantaran dirinya tidak mendapatkan barang sebagai bukti santri Dimas Kanjeng. Padahal dia sering mendengar, santri Dimas Kanjeng selalu dapat barang-barang di atas supaya uangnya bisa digandakan, bisa kembali berlipat-lipat.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, AS terus menagih kapan uangnya cair. Kapan maharnya kembali beripat-lipat kepada temannya itu, yang juga merupakan koordinator padepokan tingkat daerah.
Namun, ujar AS, sang koordinator selalu beralasan belum cair. Dimas Kanjeng masih melakukan proses dan ritual, sehingga uang belum cair. Alasan lain koordinator, pencairan menunggu meledaknya resi gudang uang di sejumlah daerah. Diperkirakan pencairan sebulan lagi, dua bulan lagi, atau tahun depan.
Namun, setahun lebih menunggu, AS akhirnya mulai curiga. Sebab, janji koordinator selalu meleset. AS akhirnya meminta uangnya kembali pada awal tahun 2015. Permintaan itu tak langsung dipenuhi. Berbekal ngotot dan pantang menyerah, koordinator tersebut mengembalikan uang AS Rp 3,5 juta.
“Untung uang saya kembali. Mungkin karena dia teman saya sehingga uang saya dikembalikan. Sekarang saya tidak percaya sama padepokan itu. Mungkin Allah memberikan hidayah. Saya saat ini menjalan hidup biasa saja, mencari rezeki halal dengan bekerja yang baik,” katanya.
Ditanya apakah percaya Dimas Kanjeng melakukan penipuan, AS mengaku percaya. Sebab, dia sudah ditangkap polisi. Menurut dia, polisi tidak sembarangan menetapkan seseorang menjadi tersangka.
“Dia kan tersangka penipuan dan pembunuhan. Saya percaya pada polisi. Saya sekarang sudah tidak percaya pada cerita bahwa Dimas Kanjeng punya kehebatan mendatangkan uang ghaib meski uang asli,” lanjutnya.
Jika uang AS kembali, milik temannya sampai kini nasibnya tak jelas. AS mengungkapkan, temannya ikut menjadi santri dan sudah menyetor Rp 10 juta. Temannya itu mendapatkan mahar gelang, cincin, foto, kantong kain. Sampai sekarang, temannya berharap uangnya bisa cair walaupun Dimas Kanjeng sudah ditangkap polisi.
“Teman saya itu sudah terlanjut setor mahar banyak. Uangnya juga belum cair. Jadi, dia terpaksa tetap menjadi santri Dimas Kanjeng sambil bermimpi uangnya cair dalam jumlah besar. Rp 10 juta yang disetor, ya dia harap cair Rp 15 miliar. Tap tak jelas sampai sekarang,” kisahnya.
Tak hanya itu, koordinator yang dia setor mahar juga terpaksa tetap menjadi koordinator karena santri yang menjadi pengikutnya terus menagih. Sementara itu, pencairan uang mahar tak kunjung cair hingga padepokan dipasangi garis polisi dan pengasuh Padepokan Dimas Kanjeng dibekuk polisi. (Ahmad Faisol)