Polda Babel Amankan 16 Ton Tin Slag yang Hendak Dibawa ke Jakarta
Dua truk bermuatan 16 ton tin slag (sisa peleburan timah) diamankan personel Dit Polair Polda Kepulauan Bangka Belitung di Pelabuhan Pangkabalam.
Penulis: Deddy Marjaya
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Bangka Pos, Deddy Marjaya
TRIBUNNEWS.COM, BANGKA - Dua truk bermuatan 16 ton tin slag (sisa peleburan timah) diamankan personel Dit Polair Polda Kepulauan Bangka Belitung di Pelabuhan Pangkabalam, Pangkalpinang.
Kabid Humas Polda Kepulauan Babel AKBP Abdul Mun'im mengatakan, tin slag tersebut akan dibawa oleh sopir menuju Jakarta dengan menumpang kapal feri di Pelabuhan Pangkalbalam.
"Kedua sopir saat ini menjalani pemeriksaan di Dit Polair Polda Kepulauan Bangka Belitung," kata AKBP Abdul Mun'im kepada wartawan, Sabtu (5/11/2016).
Pada Senin 31 Oktober 2016, anggota Polair mendapatkan infomasi tentang pengangkutan tin slag menggunakan mobil truk melewati pelabuhan penyeberangan Pangkalbalam dengan tujuan Jakarta.
Selanjutnya anggota Subdit Gakkum Dit polair Polda Kepulauan Babel mengecek informasi tersebut ke Pelabuhan Pangkalbalam.
Sekira pukul 12.00 WIB anggota Dit Polair melihat dua unit truk dengan supir MA dan S yang diduga membawa barang tambang jenis tin slag tanpa dilengkapi surat izin pengangkutan yang sah.
Tiap-tiap truk, berdasarkan keterangan sopir, mengangkut sekitar 8 ton sehingga total sekitar 16 ton tin slag. Untuk mengelabuhi petugas, tin slag ditutupi dengan besi-besi tua.
Selanjutnya sopir dan barang bukti diamankan dan dibawa ke kantor Dit Polairda Kep Babel untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan petugas Ditpolair Polda Kepulauan Babel menetapkan M, ASH dan S sebagai tersangka dan ditahan di rutan Ditpolair selama 20 hari sejak 1 November 2016.
Sedangkan barang bukti sebanyak 16 ton tin slag dititipkan di rubasan Kota Pangkalpinang. Mereka melanggar pasal 158 dan Pasal 161 UU RI No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah)," kata AKBP Abdul Mun'im.