Bangunan Roboh Saat Gempa di Pidie Jaya Akibat Salah Konstruksi
Berdasarkan hasil assesment (penelusuran) Tim Unsyiah ke lokasi gempa, diketahui bahwa banyak pertokoan dan masjid roboh karena kegagalan konstruksi
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Rektor Unsyiah Prof Dr Samsul Rizal, M.Eng mengatakan banyaknya bangunan yang runtuh maupun rusak saat gempa yang terjadi di Pidie Jaya, Pidie, dan Bireuen disebabkan adanya kesalahan dalam konstruksi bangunan.
Pengawasan yang minim menjadi salah satu penyebab rentannya bangunan terhadap gempa berkala 6,5 SR itu, khususnya bangunan yang dibangun dengan dana publik.
Pernyataan itu disampaikan oleh Prof Samsul Rizal dalam konferensi pers, Selasa (13/12) di Biro Rektor Unsyiah, Banda Aceh, usai pertemuan dengan sejumlah dekan dan akademisi Unsyiah terkait penanganan gempa Pijay.
Menurut dia, berdasarkan hasil assesment (penelusuran) Tim Unsyiah ke lokasi gempa, diketahui bahwa banyak pertokoan dan masjid roboh karena kegagalan konstruksi.
Artinya, kekuatan beton pada bangunan tersebut masih sangat rendah dan tidak sesuai dengan spesifikasi yang seharusnya.
Banyaknya kerusakan itu dinilai karena tidak adanya pengawasan saat pembangunan pertokoan maupun masjid, seperti didapati pemasangan besi struktur yang tidak terkunci.
“Jika terkait banyaknya kerusakan masjid, meskipun belum bisa kita pastikan, memang kita melihat jika konstruksi di atasnya lebih berat daripada di bawah. Mungkin saja bangunan awalnya tidak direncanakan tiga lantai atau kubah beton, namun karena dalam pembangunannya mendapatkan banyak dana, maka diubah,” ujar Rektor Unsyiah itu, kemarin.
Namun dalam pengamatan Tim Unsyiah ke beberapa fasilitas publik di Pidie Jaya seperti Kantor Bupati, Kantor Bappeda, Kantor PU, dan Rumah Sakit, masih layak digunakan jika melihat struktur bangunan.
Namun mereka tetap akan melakukan investigasi secara mendalam untuk mengetahui kualitasnya secara menyeluruh.
Dalam penelitiannya di kawasan itu, Tim Unsyiah telah menemukan beberapa lokasi sesar (patahan) yang menjadi jalur gempa, sehingga ke depan diminta agar tidak diberikan izin mendirikan bangunan pada jalur tersebut.
Rektor menambahkan, terdapat area sekitar 30 meter yang mungkin tidak boleh didirikan bangunan.
Namun saat ini peneliti Unsyiah belum dapat memastikan luas area yang masuk dalam kawasan jalur gempa itu.
Rektor menambahkan, karena gempa itu tidak bisa diprediki waktu terjadi, maka Unsyiah akan berupaya memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat agar tidak mendirikan bangunan pada lintasan rawan gempa.
“Seperti gempa Pijay ini memang tidak ada yang memprediksi sebelumnya, bahkan itu tidak masuk dalam peta gempa Indonesia, maka masyarakat harus selalu waspada,” tandas Rektor.(mun)