Biaya Hidup Banyuwangi Terendah di Indonesia, Tapi Pendapatan Warganya Naik
Kabupaten atau kota di Indonesia dengan biaya hidup terendah? Menurut Badan Pusat Statistik ya Banyuwangi.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Surya, Haorrahman
SURYA.CO.ID, BANYUWANGI - Tahukah Anda kabupaten atau kota di Indonesia dengan biaya hidup terendah? Banyuwangi, demikian hasil Survei Biaya Hidup yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik.
Berdasarkan SBH untuk hidup dalam satu bulan di Banyuwangi dengan satu keluarga berjumlah empat orang hanya membutuhkan biaya Rp 3,03 juta.
"Biaya hidup di Banyuwangi paling rendah di Indonesia. Jadi enak tinggal di Banyuwangi," kata Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, Jumat (16/12/2017).
Berdasarkan data BPS, pendapatan per kapita warga melonjak 80 persen, dari Rp 20,8 juta per tahun pada 2010 menjadi Rp 37,5 juta per tahun pada 2015. Pendapatan masyarakat naik, sedangkan biaya hidup murah.
"Percuma pendapatan masyarakat naik, kalau kebutuhan hidup masih mahal," kata Anas.
Anas mengatakan, akan terus mempertahankan hal ini. Pemkab akan terus mengendalikan harga-harga bahan pokok agar tetap murah.
Tiap hari, Pemkab Banyuwangi mengumumkan harga-harga bahan pokok melalui videotron di jalan-jalan. Agar tidak ada pihak yang memainkan harga dan masyarakat bisa tahu.
"Harga akan tetap kami kendalikan agar tetap murah. Akses produksi sektor pariwisata, makan-minum, dan sektor lain juga akan kami dorong," kata Anas.
SBH merupakan kegiatan rutin yang diadakan oleh BPS setiap lima tahun sekali di 82 kota/kabupaten. SBH terakhir diadakan pada 2012 mencakup 136.080 rumah tangga.
Rumah tangga ini dipantau besarnya nilai pengeluaran konsumsi baik jenis barang maupun jasa selama setahun penuh.
Banyuwangi berada di peringkat pertama, disusul Kudus dengan biaya hidup Rp 3,08 juta per bulan. Sedangkan secara nasional rata-rata biaya hidup di Indonesia adalah Rp 5,5 juta per bulan.
Anas mengatakan dari keseluruhan program pembangunan, sektor ekonomi menjadi fokus utama yang digenjot pertumbuhannya karena berkaitan langsung guna mendongkrak kesejahteraan masyarakat.
“Kesejahteraan ekonomi warga akan menjadi pondasi yang kuat dalam proses pembangunan daerah secara keseluruhan,” kata mantan ketua umum IPNU pusat tersebut.
Pertumbuhan ekonomi Banyuwangi karena sektor perekonomian daerah bergerak, dari pertanian, perikanan, UMKM, sektor barang dan jasa hingga pariwisata.
Baik pemerintah daerah maupun pihak swasta masing-masing memiliki peran yang menentukan dalam mendorong semua sektor tersebut bergerak.
“Pemerintah daerah tidak mungkin bekerja sendirian. Tugas kami adalah menjadi trigger bagi perkembangan daerah, yang kami ejawantahkan lewat kebijakan yang mampu memicu sektor perekonomian warga. Masyarakat dan sektor swasta justru yang memiliki peran besar dalam menggerakkan roda industri dan proses kreatif di masyarakat,” ujar Anas.
Dalam lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Banyuwangi berada pada tren positif. Pertumbuhannya di atas rata rata Jawa Timur dan nasional.
Salah satu indikator yang mencerminkan besaran perekonomian daerah adalah produk domestik regional bruto (PDRB).
Pada 2010 PDRB Banyuwangi sebesar 32,46 triliun, meningkat Rp. 36,95 triliun (2011), Rp. 42,10 triliun (2012), Rp 47,23 triliun (2013) dan Rp. 53,37 triliun (2014), menjadi Rp 60,2 triliun (2015).
“Pertumbuhan nilai PDRB tersebut menunjukkan perputaran ekonomi yang terjadi di masyarakat bergerak secara positif dan berkesinambungan,” Anas menambahkan.
Perkembangan positif dunia usaha di Banyuwangi juga terkonfirmasi lewat kinerja perbankan. Data Bank Indonesia menunjukkan, penyaluran kredit di Banyuwangi pada 2010 sebesar 3,29 triliun, tumbuh menjadi Rp. 8,93 triliun pada 2015 (data November 2015). Secara kumulatif tumbuh 171,43 persen atau rata-rata 34,82 persen per tahun.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.