Pengungsi Gempa Aceh Butuh Bahan Bangunan
Sejumlah pengungsi gempa bumi di Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh, masih membutuhkan bantuan dan uluran tangan guna mengurangi beban penderitaan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Sejumlah pengungsi gempa bumi di Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh, masih membutuhkan bantuan dan uluran tangan guna mengurangi beban penderitaan.
Selain kebutuhan sehari-hari, saat ini yang paling dibutuhkan adalah bahan bangunan untuk mendirikan tempat tinggal yang runtuh.
“Warga di Kecamatan Tringgading, Pidie Jaya, Aceh masih membutuhkan uluran tangan para dermawan. Selain kebutuhan sehari-hari, sekarang yang paling dibutuhkan itu semen dan bahan bangunan lainnyauntuk mendirikan tempat tinggal yang runtuh," tutur salah satu Ketua Jenggala Center Patrika S Andi Paturusi dalam siaran pers, di Kecamatan Tringgading, Pidie Jaya, Aceh, Jumat (23/12/2016).
Hal itu diketahui setelah Pengurus Yayasan Jenggala Center mendapat masukan dari warga Aceh di lokasi korban bencana. Jenggala Center merupakan lembaga yang bergerak di bidang pengkajian isu-isu strategis dan kebijakan publik serta advokasi.
Pada kesempatan tersebut, Ormas pendukung Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla pada pilpres 2014 ini memberi bantuan perlengkapan ibadah, keperluan sekolah, baju batik, dan pakaian anak-anak.
“Ketua Umumnya Pak Ibnu Munzier, saya salah satu ketua di Jenggala Center,” jelas Anggie.
Anggie menegaskan,program bakti sosial ini merupakan salah satu program kerja sosial yang kerap dikerjakan Yayasan Jenggala Center.
Menurut Anggie, Gempa bumi yang melanda Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, dengan kekuatan 6,5 skala Richter pada 7 Desember 2016, masih meninggalkan rasa takut dan traumatis.
Apalagi, bencana yang menelan korban lebih dari 100 jiwa dan banyak kerusakan itu masih diikuti gempa susulan lebih dari 100 kali.
“Disini (Pidie Jaya) kondisinya masih memprihatinkan karena mereka masih trauma. Tadi malam saja masih 2 kali gempa dan tadi subuh 1 kali,” katanya.
Menurut Anggie, sapaan akrab Patrika, banyak wargabelum berani tinggal di dalam bangunan karena trauma akan gempa susulan. “Kendati rumahnya tidak runtuh, tapi mereka tidak berani pulang kerumah karena masih ada gempa susulan. Dan pantauan kami dilapangan, lebih banyak yang rumahnya hancur,” katanya.