Akademisi Harus Kawal Larangan Investasi Asing di Perikanan Tangkap, Ini Alasannya
Dalam perpres itu, investasi asing di perikanan tangkap tidak lagi diperbolehkan.
Penulis: Teuku Muhammad Guci Syaifudin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Jabar Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Pemerintah mengeluarkan peraturan presiden (perpres) nomor 44 tahun 2016 tentang perikanan tangkap.
Dalam perpres itu, investasi asing di perikanan tangkap tidak lagi diperbolehkan.
"Perikanan tangkap itu satu-satunya boleh dilakukan kita saja. Sumber daya alam (ikan) 100 persen hanya untuk Indonesia," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Aula Barat ITB, Jalan Ganesha, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jumat (3/2/2017).
Meski telah dilarang, kata Susi, perpres tersebut rawan direvisi atau dicabut sehingga investor asing bisa kembali mencari ikan di Indonesia.
Susi mengajak akademisi menjaga perpres itu agar tidak direvisi atau dirubah.
"Berganti rezim pasti ganti aturan. Jangan sampai perikanan tangkap ini diberi ke asing. Kalau asing mudah di laut, nelayan kita dapat apa," kata Susi.
Dikatakan Susi, banyak dampak negatif jika investor asing diberikan izin dalam perikanan tangkap.
Selain nelayan kalah bersaing, ketersediaan ikan di laut Indonesia menjadi terbatas lantaran penangkapan yang dilakukan pihak asing berlangsung massif.
"Di Kabupaten Pangandaran itu kita tidak pernah lihat udang tiger besar-besar selama 15 tahun terakhir. Teri hilang tuna hilang. Ada tapi sedikit. Dulu udang sehari 30 ton sampai akhirnya nihil, mungkin 100 kg," ujar Susi.
Dikatakan Susi, ajakannnya kepada akademisi untuk terus mengawal pelarangan perikanan tangkap yang dilakukan pihak asing bukan tanpa alasan.
Menurutnya, adanya perpres itu dan moratorium terhadap perikanan tangkap investor asing sangat berdampak.
"Alhamdulillah tahun kemarin ikan teri sudah mulai dipanen di Kabupaten Pangandaran meski beratnya 5 ton. Udang tiger ukuran bisa lihat meski belum ton. Yang terasa di Sabang, udang yang biasanya 1 ton kalau musim sekarang penangkapannya bisa sampai 20 ton," kata Susi. (cis)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.