Korupsi Bantuan Perlengkapan sekolah Siswa Miskin, Iwan Diancam Pasal Berlapis
Iwan Rahman, terdakwa kasus korupsi bantuan perlengkapan sekolah siswa miskin di Dinas Pendidikan Lampung, menjalani persidangan
Penulis: Wakos Reza Gautama
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Lampung Wakos Gautama
TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG - Iwan Rahman, terdakwa kasus korupsi bantuan perlengkapan sekolah siswa miskin di Dinas Pendidikan Lampung, menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (8/2/2017).
Pada persidangan ini, kuasa hukum Iwan membacakan eksepsi. Di dalam eksepsinya, tim kuasa hukum Iwan, menganggap dakwaan penuntut umum tidak cermat, tidak lengkap dan tidak jelas.
“Penuntut umum tidak jelas menguraikan perbuatan terdakwa di dalam dakwaannya,” ujar Bambang Handoko, kuasa hukum Iwan.
Di dalam dakwaannya, penuntut umum mendakwa Iwan dengan pasal berlapis. Pada dakwaan primair, Iwan didakwa dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Di dakwaan subsidair, Iwan didakwa dengan pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Korupsi bermula dari adanya proyek bantuan perlengkapan sekolah siswa miskin di Dinas Pendidikan Lampung tahun anggaran 2012.
Bantuan tersebut rencananya akan disalurkan ke beberapa kabupaten dimana salah satunya adalah kabupaten Tulangbawang Barat.
DI dalam prosesnya, panitia lelang langsung menunjuk pelaksana pekerjaan dimana di Tulangbawang Barat adalah Iwan.
Iwan ditunjuk untuk mengerjakan tujuh paket proyek di Tulangbawang Barat.
Iwan lalu menyuruh stafnya bernama Syahroni menyerahkan dokumen persyaratan lelang ke saksi Achmad Bastian.
Kepala Dinas Pendidikan Lampung saat itu Tauhidi langsung menunjuk pemenang lelang.
Yaitu CV Palda, CV Ayu Syara Bersaudara, CV Putra Rangkas, CV Claudia Bella Raptama, CV Cipta Abadi.
Menurut jaksa penuntut umum M Nursaitias, Iwan mengendalikan beberapa perusahan tersebut dan terlibat aktif dalam proses pengadaan barang.
Ternyata dalam kenyataannya, kata Tias, yang mengerjakan proyek tersebut bukanlah rekanan melainkan Iwan.
Setelah kontrak ditandatangani, Iwan menghubungi Koko Sunarko, untuk membeli perlengkapan sekolah. Harga pembelian disepakati sebesar Rp 748 juta.
Iwan lalu menerima pencairan uang dari Dinas Pendidikan Lampung sebesar Rp 1,252 miliar. Sedangkan yang dibayar ke Koko sebesar Rp 748 juta “Artinya ada kerugian negara Rp 503 juta,” ujar Tias.