Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Teori Supply and Demand Tak Mampu Jelaskan Melinjaknya Harga Cabai

Teori ekonomi supply and demand tak bisa digunakan untuk menjelaskan masalah kenaikan harga cabai yang meroket tajam.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Teori Supply and Demand Tak Mampu Jelaskan Melinjaknya Harga Cabai
Tribun Kaltim/Muhammad Arfan
Lapak pedagang cabai rawit di Pasar Induk Bulungan, Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Rabu (11/1/2017). TRIBUN KALTIM/MUHAMMAD ARFAN 

Laporan Wartawan Surya, Haorrahman

SURYA.CO.ID, BANYUWANGI - Melonjaknya harga cabai rawit di pasaran sangat membingungkan penjual dan pembeli, karena pasokan cabai sebenarnya mencukupi.

”Ini anomali, teori ekonomi supply and demand tak bisa digunakan untuk menjelaskan masalah ini,” kata Spudnik Sujono, Direktur Jenderal Holtikultura Kementerian Pertanian di Banyuwangi, Kamis (9/2/2017).

Sujono mengatakan ada pertanyaan besar mengapa harga cabai sangat mahal bisa menembus di atas Rp 100.000.

Kementerian Pertanian terus memantau harga cabai. Terutama di tiga pasar induk besar di Jakarta, yakni Kramatjati, Tanah Tinggi, dan Cibitung.

Tiga pasar induk tersebut menjadi barometer harga bahan pokok nasional, terutama di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur.

Lonjakan mahalnya harga cabai terjadi pada 3 Januari 2017. Di hari itu harga cabai melonjak menjadi Rp 80 ribu per kilogram dari harga hari sebelumnya hanya Rp 29 ribu. Sejak saat itu, harga cabai terus naik di atas rata-rata harga normal.

tabel harga cabai rawit di Pasar Induk Kramatjati
Grafik perbandingan harga dan pasokan cabai di Pasar Induk Kramatjati yang dikeluarkan Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Spudnik Sujono, saat berkunjung ke Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (9/2/2017). SURYA/HAORRAHMAN
BERITA REKOMENDASI

Saat itu pasokan cabai normal. Pada 2 Januari pasokan cabai mencapai 4,7 ton dengan harga Rp 29 ribu per kilogram. Pada 3 Januari pasokan cabai 5,6 ton namun harganya langsung naik tajam Rp 80 ribu.

Di hari berikutnya, 4 Januari pasokan cabai 6,2 ton dan harganya Rp 95 ribu per kilogram. Keesokan harinya, 5 Januari, pasokan cabai menjadi 6,5 ton tapi harga tetap Rp 95 ribu per kilogram.

Baru pada 6 Januari pasokan ditambah menjadi 7,3 ton dan harga sempat turun menjadi Rp 75 ribu per kilogram.

Pada akhir Januari dan awal Februari, pasokan cabai terus ditambah mencapai 8 hingga 10 ton, namun harga cabai justru kian mahal mencapai Rp 100 ribu hingga Rp 107 ribu per kilogram.

”Ini kan aneh. Wajar mahal kalau barangnya (cabai) tidak ada. Nah ini cabainya ada dan normal, tapi mengapa harganya sangat mahal? Ini menjadi pertanyaan besar,” beber Sujono.


Dari tiga pasar induk, Kramatjati pasokannya terus ditekan dibanding dua pasar induk lainnya. Selama 9 hingga 27 Januari, pasokan cabai di Pasar Induk Kramajati lebih rendah daripada dua pasar induk lainnya.

Bahkan sangat tidak berimbang. Seperti pada 22 Januari, Pasar Induk Kramatjati hanya mendapat pasokan 9 ton sedangkan, Pasar Induk Tanah Tinggi mencapai 33 ton dan Pasar Induk Cibitung 25 ton.

Halaman
12
Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas