Prosesi Pemindahan Makam Tan Malaka Diwarnai Tangis
Pemindahan makam Tan Malaka ini berlangsung simbolis. Tetua adat hanya mengambil sampel tanah dari kuburannya untuk dibawa ke tanah kelahirannya.
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Surya, Didik Mashudi
TRIBUNNEWS.COM, KEDIRI - Hujan tangis mewarnai prosesi adat pemindahan makam Tan Malaka. Acara ini berlangsung di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Selasa (21/2/2017).
Para undangan tak kuasa menahan tangis saat Hengky Novaron Tan Malaka, ahli waris Tan Malaka membacakan riwayat singkat almarhum. Disebutkan almarhum meninggal karena dieksekusi kawan seperjuangan akibat perbedaan pandangan.
Tangis pun pecah saat undangan yang berjumlah ratusan memenuhi areal pemakaman umum Desa Selopanggung. Banyak undangan yang terisak-isak hingga mengucurkan air mata.
Pemindahan makam Tan Malaka ini hanya berlangsung secara simbolis. Tetua adat hanya mengambil sampel tanah dari kuburannya untuk dibawa ke tanah kelahirannya Kabupaten Limapuluh Kota.
Prosesi selanjutnya, tanah dari pusara Tan Malaka kemudian dibungkus kain kafan. Tanah itu kemudian dimasukan ke dalam peti besi yang diselimuti dengan bendera merah putih.
Sebelum pengambilan tanah juga dilakukan prosesi adat Minangkabau oleh para tetua adat. Hal ini dilakukan karena Ibrahim Datuk Tan Malaka merupakan raja di tanah kelahirannya.
Salah satu prosesi dilakukan dengan penobatan Hengki Novaron Tan Malaka sebagai raja ke-7. Sedangkan Ibrahim Datuk Tan Malaka merupakan raja ke-4.
Peralihan prosesi adat ini ada yang terputus karena sebelumnya tidak diketahui jejak makam Tan Malaka. Makam Tan Malaka baru diketahui setelah penelitian bertahun-tahu yang dilakukan Harry A Poeze dari Belanda.
Hasil penelitian Poeze menemukan jejak makam Tan Malaka di pemakaman umum Desa Selopanggung. Makam ini berada di desa terpencil yang pernah menjadi markas pejuang gerilya.
Berbekal hasil penelitian Harry A Poeze ini kemudian para tetua adat Minangkabau melakukan prosesi adat. "Hari ini telah ada kesempurnaan prosesi adatnya yang terputus sejak 1948," ungkap Ferizal Ridwan, Wakil Bupati Limapuluh Kota.
Sementara prosesi yang dilakukan secara simbolis dengan mengambil tanah sudah memenuhi unsur ketentuan adat.
"Sehingga kami tidak memindahkan tulang belulang atau fosil, tapi cukup tanahnya. Unsur tanah ini sudah sempurna dan terwakili," tambahnya.
Sementara Hengky Novaron Tan Malaka mengaku bersyukur dengan selesainya prosesi sakral adat pemindahan gelar soko dari Ibrahim Datuk Tan Malaka ke 4 kepada penerusnya yang ke 7.
"Prosesi ini sudah lama kami tunggu untuk menyelesaikan gelar adat yang sempat tergantung. Kami berterima kasih kepada keluarga kami Pemkab Kediri," jelasnya.
Hengky menambahkan saatnya sekarang meneruskan perjuangan Tan Malaka demi meneruskan kemerdekaan Indonesia.
"Dua puluh tahun sebelum Indonesia merdeka beliau sudah membuat buku "Naar de Republik Indonesia". Tugas kita sekarang untuk mengisinya," jelasnya.
Prosesi adat ini dihadiri rombongan besar dari Kabupaten Limapuluh Kota sebanyak 150 orang. Mereka terdiri tetua adat, ahli waris dan perwakilan masyarakat.(*)