LBH Semarang Kecam Gubernur Jateng yang Terbitkan Izin Baru Pabrik Semen Rembang
Langkah Gubernur Jateng mengeluarkan izin lingkungan yang baru untuk PT. Semen Indonesia di Rembang, menuai kecaman dari LBH Semarang.
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Yayan Isro' Roziki
TRIBUNNEWS.COM, KUDUS - Langkah Gubernur Jateng mengeluarkan izin lingkungan yang baru untuk PT. Semen Indonesia di Rembang, menuai kecaman dari LBH Semarang.
Terbitnya izin lingkungan yang baru itu dinilai sebagai preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
"Ini bentuk arogansi gubernur. Izin lingkungan yang baru untuk PT. Semen Indonesia di Rembang itu cacat hukum," kata Direktur LBH Semarang, Zainal Arifin, Jumat (23/2).
Disampaikan, seharusnya polemik terkait pendirian perusahaan semen di Rembang sudah berakhir, saat Mahmakah Agung (MA) memutus gugatan warga, melalui putusan peninjauan kembali (PK) nomor 99 PK/TUN/2016, tertangal 5 Oktober 2016.
Sebab, putusan MA tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap. Akan tetapi, sambung dia, putusan hukum tetap itu tak bisa menjadi oase keadilan bagi warga Rembang yang menggugat. Musababnya, Gubernur menerbitkan izin lingkungan baru untuk objek sengketa yang sama.
"Kewajiban Gubernur sejatinya adalah melaksanakan sepenuhnya putusan MA, yang berisi pembatalan objek sengketa dan mencabut izin lingkungan atas objek tersebut, serta membayar biaya perkara, sama sekali tak ada klausul untuk melakukan tindakan lain."
"Di sini lah, Gubernur menunjukkan arogansi kekuasaannya dengan menerbitkan izin lingkungan yang baru," papar Zianal.
Secara tegas, ia menyebut sikap Ganjar, yang menerbitkan izin lingkungan baru ini, melalui SK Gubernur nomor 660.16/6 tahun 2017, merupakan dari pembangkangan hukum dan tindakan sewenang-wenang.
Ini, sambung dia, menciptakan preseden yang sangat buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
"Kami sangat mengecam keras sikap Gubernur, yang menerbitkan izin lingkungan yang baru. Ini merusak rasa keadilan masyarakat, memberikan contoh buruk untuk melawan putusan pengadilan dan melawan konstitusi, ke depan hal ini bisa mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia," tandasnya. (*)