Berjalan Kaki 120 Km Warga Suku Sakai Desak Pemerintah Riau Kembalikan Tanah Ulayat
Berjalan sejauh lebih kurang 120 kilometer, seratusan warga Suku Sakai mendesak Pemerintah Riau mengembalikan tahan ulayat.
Penulis: Budi Rahmat
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Budi Rahmat
TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Berjalan sejauh lebih kurang 120 kilometer dari Kandis Kabupaten Siak menuju Kota Pekanbaru, Riau, seratusan warga Suku Sakai mendesak Pemerintah Riau mengembalikan tahan ulayat.
Wajah lelah tampak jelas dari seratusan warga Suku Sakai yang tiba dan berkumpul di depan pagar masuk Kantor Gubernur Riau, Rabu (15/3/2017) siang.
Beberapa di antaranya perempuan yang membawa serta anak-anaknya. Baik yang di dalam gendongan maupun yang dibimbing orang tuanya.
Pantauan Tribun Pekanbaru, anak-anak yang diperkirakan berusia satu sampai dua tahun ikut berpanas-panasan di depan ruas Jalan Sudirman.
Padahal kondisi cuaca cukup terik.
Mengantisipasi dehidrasi dan kemungkinan terburuk anak-anak yang digendong dikipas beberapa lelaki menggunakan sobekan karton.
Hingga kemarin siang, seratusan warga Suku Sakai masih bertahan dan akan tetap bertahan sampai aspirasi mereka dikabulkan.
"Kami akan tetap bertahan. Tanah kami sudah tidak ado," ujar salah seorang warga Suku Sakai, Ganding (60).
Baca: Warga Suku Sakai Serbu Kantor Gubernur Riau
Menurutnya selama puluhan tahun mengelola lahan di perkampungan Suku Sakai semua binasa dan hilang setelah diserobot oleh perusahaan perkebunan.
"Kami dijanjikan rumah dan tanah satu pancang (lebih kurang dua hektar). Tapi yang ado rumah. Tanah tak ado. Namo Suku Sakai saja yang ado. Suku Sakai sudah tidak ado," ujarnya.
Bawa Setengah Karung Ngalo
Satu hari berjalan kaki dari kampungnya, seratusan Suku Sakai mengkonsumsi ngalo (sejenis makanan dari ubi kayu yang dicincang).
Makanan khas yang biasa disantap dengan lauk ikan teri, cabai rawit dan garam ini dibawa oleh masing-masing warga Suku Sakai.
"Masing-masing bawa ngalo. Saya bawa setengah karung. Sudah habis," ujar Putra warga Suku Sakai.
Untuk minum warga Suku Sakai membawa wadah air berupa labu yang dikeringkan.
Wadah yang mirip kendi tersebut dibentuk sedemikian rupa hingga praktis untuk diisi air dan langsung minum.
"Air pun sudah tidak ado yang bersih. Kami minum air mentah," terang Putra.
Selain mendesak mengembalikan tahan ulayat, seratusan warga Suku Sakai juga meminta Pemerintah Provinsi Riau memperhatikan kondisi perekonomian warga Suku Sakai.
"Kami warga Suku Sakai yang masih bertahan. Yang sudah maju sudah pergi, tinggal kami yang kini ditenggelamkan (dipinggirkan)," ujar Putra.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.