Kios Hendak Dibongkar Satpol PP, Pedagang: Nanti Dulu Saya Telepon Bu Ita
Seorang pedagang berani memprotes petugas Satpol PP Kota Semarang yang hendak merobohkan kiosnya. Ia beralasan kenal dekat Wakil Wali Kota Semarang.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Hermawan Endra Wijonarko
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Ngarimin, pedagang di Pasar Peterongan, mondar-mandir memainkan telepon selulernya, sesekali memohon petugas Satpol PP agar tak merobohkan kiosnya.
"Nanti dulu pak, saya tak ngebel (menghubungi, red) anak saya. Dia anak buahnya Bu Ita (Wakil Wali Kota Semarang, red)," pinta Ngarimin kepada petugas Satpol PP.
Istri Ngarimin, Lasiyem, duduk santai di dalam kios. Wanita asal Purwodadi tersebut yakin tidak akan terkena penertiban Satpol PP karena mendapat "dukungan" Wakil Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu.
"Anak saya yang pertama itu anak buah kesatu Bu Ita dan Pak Alwin. Sudah lama kerja ikut mereka, ke mana-mana ikut," Lasiyem berbangga diri.
Benar saja, meski lapak pedagang yang lain rata dengan tanah usai dirobohkan, tinggal kios milik ibu tiga anak ini yang tetap kokoh berdiri dan tidak tersentuh.
Lasiyem belum tahu rencana berikutnya apakah tetap bertahan atau akan memindahkan kiosnya.
"Ya nanti gampang, menunggu perintahnya Bu Ita nanti bagaimana. Kalau pedagang yang lain iri ya nanti kiosnya saya buat sedikit mundur," seloroh pedagang buah dan sayur tersebut.
Petugas Satpol PP, Martin, menyayangkan sikap Ngarimin dan Lasiyem yang seakan menghalang-halangi tugas Satpol PP membongkar kios yang berdiri tak sesuai peraturan.
Kondisi tersebut juga bisa mengakibatkan kecemburuan terhadap pedagang lain atau mungkin menimbulkan citra buruk Satpol PP seperti tebang pilih.
"Kalau seperti ini tugas kami di lapangan seakan-akan dibenturkan. Padahal himbauan serta sosialisasi sudah diberikan ssebelumnya," gerutu Martin.
Pihaknya berharap pedagang kaki lima yang kiosnya dirobohkan ini bisa dikelola oleh Dinas Pasar Kota Semarang agar mereka tetap bisa berjualan dengan cara dimasukkan ke area dalam pasar peterongan.
Penelusuran Tribun Jateng, lapak milik Ngarimin dan Lasiyem mendapat batas waktu lima hari agar mereka menertibkan sendiri.
"Diberi waktu lima hari. Kalau tidak kami pedagang lain akan protes, dan kembali berjualan di sini," kata seorang pedagang, Agus.
Penertiban kios guna memperlancar arus lalu lintas karena di sana arus lalu lintas kerap macet akibat lapak pedagang memakan badan jalan.