Tarif Atas dan Bawah Angkutan Online, Pengamat: Itu Sah Saja
Sesuai peraturan perundang-undangan, Arief menambahkan, angkutan atau kendaraan yang mengangkut orang dan barang harus berplat kuning
Penulis: Teuku Muhammad Guci Syaifudin
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Jabar Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Pengamat transportasi yang juga Kepala Biro Administrasi dan Kemahasiswaan IPDN, Arief M Eddi, mengatakan, tarif atas dan tarif bawah itu untuk mengatur batas atas dan batas bawah suatu tarif untuk angkutan.
Terkait dengan tarif atas dan tarif bawah angkutan online, ia menilai memang harus diberlakukan.
"Itu sah saja dan baik karena ada angkutan moda untuk vip dan tidak vip. Kan ada juga. Hanya ini angkutan online."
"Sebetulnya kalau taksi itu kan online juga karena by ponsel, jemput di rumah, hanya kebetulan yang model baru bersaing dengan mereka," kata Arief melalui sambungan telepon, Senin (3/4/2017).
Sesuai peraturan perundang-undangan, Arief menambahkan, angkutan atau kendaraan yang mengangkut orang dan barang harus berplat kuning agar dijamin jasa raharja dan yang lainnya.
Itu mengapa penumpang yang akan mengalami kerugian jika menumpang kendaraan umum berplat hitam.
"Dengan adanya online, itu harusnya grab, gojek, uber, itu mengurus perizinan supaya menjamin kenyamanan dan keselamatan penumpangnya."
"Tujuan pemerintah itu yang kadang-kadang tidak dibahas. Perlunya angkutan yang terdaftar dan terjadwal untuk menjamin penumpang itu sendiri. Kalau naik ada resiko, maka ada bantuan atau ganti rugi," kata Arief.
Arief mengatakan, adanya pemberlakuan tarif tak akan memberatkan konsumen.
Sepanjang masyarakat membutuhkan, kata dia, angkutan umum berbasis aplikasi online tetap dicari meski diberlakukan tarif yang diikat peraturan gubernur (pergub).
Sebab, munculnya angkutan berplat hitam dengan aplikasi online itu untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap alat transportasi.
Namun hal tersebut tidak mendapatkan respon hingga akhirnya angkutan berbasis aplikasi online itu marak di kota-kota besar.
"Dinas perhubungan tidak melihat kebutuhan penumpang bagaimana membutuhkan transportasi. Makanya ya harus ditata ulang rute di Kota Bandung atau di kota lainnya itu yang perlu dipahami."