Perjuangan Nenek Tiga Cucu Sembuh Total dari Serangan Kanker Ovarium
Dua tahun lalu ketika terbangun ingin buang air kecil Sri Hastuti kaget baru kali ini dalam hidupnya mendapati flek darah di kemaluannya.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Dwi Nourma Handito
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Dua tahun lalu ketika terbangun ingin buang air kecil Sri Hastuti kaget baru kali ini dalam hidupnya mendapati flek darah di kemaluannya.
"Saya kaget sekali, kok tiba tiba bleeding. Padahal saya sudah menopause. Saya merasa tidak enak dan saya putuskan untuk ke dokter," ujar Sri ketika ditemui Tribun Jogja di kediamannya di Jalan Gondosuli, Yogyakarta, pekan lalu.
Lantaran merasa aneh, perempuan 65 tahun itu melanjutkan ceritanya, ia segera periksa ke dokter kandungan. Doktermeminta Sri segera melakukan operasi karena diduga ada tumor di organ kewanitaanya.
"Sebelumnya tidak ada sakit apapun, tidak ada benjolan, enggak ada keluhan, enggak ada tanda-tanda," kenang Sri yang saat itu ditemani anak dan cucunya.
Hasil USG, diketahui rahim Sri membesar. Padahal untuk perempuan seusianya seharusnya kondisi rahim mengecil. Operasi pun harus dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito.
Dokter harus mengangkat rahim beserta ovarium kanan dan kiri dari tubuh Sri melalui proses operasi. Termasuk sejumlah bagian di sekitar usus buntu.
Dari Patologi Anatomi (PA) menunjukkan Sri menderita kanker ovarium yang ganas. Nenek tiga cucu ini pun harus menjalani kemoterapi secara rutin sebagai upaya pengobatan lanjutan.
Operasi saja tidak cukup untuk mengatasi penyakit mematikan tersebut.
Bagi Sri, kanker bukan penyakit asing. Ibunya dulu terkena kanker nasofaring, tidak seperti yang menyerang dirinya. Rasa trauma terhadap penyakit ini begitu melekat pada Sri.
Salah satu trauma yang begitu mempengaruhinya bagaimana proses kemoterapi yang begitu sangat menyakitkan. Sampai akhirnya sang ibu meninggal dunia.
Saat awal terkena kanker yang diketahui baru stadium satu C, Sri mengaku terpukul dan syok hebat, terlebih setelah proses operasi dirinya harus menjalani proses kemoterapi yang menurut Sri begitu sangat tidak enak dan menyakitkan.
Di sisi lain penyakit mematikan itu bisa dideteksi secara dini ada di tubuhnya, sehingga bisa dengan cepat ditangani.
"Tiga kali kemo, saya sempat putus asa. Semua badan sakit, enggak doyan makan," kenang Sri menceritakan proses yang dia alami.
Saban tiga minggu, Sri menjalnai kemoterapi. Total enam kali ia melakoni kemoterapi dan selesai pada September 2015. Setelah itu ia kontrol rutin dua bulan sekali dan sekarang kontrol enam bulan sekali.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.