Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Tak Serius, Konflik Lahan Adat SAD Sudah 31 Tahun Tak Kunjung Selesai

Sudah 31 tahun lamanya sengketa tanah adat Suku Anak Dalam (SAD) 113, desa Bungku, Bajubang, Kabupaten Batanghari tak ada penyelesaian

Penulis: Dedi Nurdin
Editor: Sugiyarto
zoom-in Pemerintah Tak Serius, Konflik Lahan Adat SAD Sudah 31 Tahun Tak Kunjung  Selesai
youtube
Suku Anak Dalam 

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Dedi Nurdin

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Sudah 31 tahun lamanya sengketa tanah adat Suku Anak Dalam (SAD) 113, desa Bungku, Bajubang, Kabupaten Batanghari dengan Pt Asiatic Persada tak kunjung menemukan penyelesaian.

Konflik yang terjadi sejak tahun 1986 masih berlarut-larut sampai saat ini. Mawardi, pendamping SAD 113 dari Sarikat Tani Nasional (STN) menilai pemerintah tak serius dalam upaya penyelesaian sengketa yang kini belum menemukan titik terang.

"Penyelesaiaan kasus SAD 113 jadi barometer keberpihakan Pemerintahan Jokowi kepada masyarakat termarjinalkan sejak dulu agar dimasukkan dalam pogram distribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA),"kata Mawardi, Kamis (27/4/2017).

"Pemerintah tak perlu khawatir karena tuntutan SAD memiliki landasan hukum," sambungnya.

Mawardi mengatakan, tanah masyarakat adat SAD seluas 3.550 hektar telah dibuktikan dalam peta mikro berdasarkan data resmi Badan Inventarisasi dan Tataguna Hutan Departemen Kehutanan No 393/VII-4/1987 tanggal 11 Juli 1987.

Selain itu, hasil penelitian secara resmi yang dilakukan BPN Provinsi Jambi tahun 2008 membuktikan masih adanya sisa perkebunan, perladangan, kuburan tua, dan bekas pemukiman tua SAD yang di duduki pihak perusahaan.

Berita Rekomendasi

Kawasan tersebut dalam adat SAD disebut wilayah Tanah Menang, Pinang Tinggi, dan Padang Salak.

Mawardi mengatakan sempat berbincara dengan ketua adat SAD Batin Bahar yang mengaku pola 2.000 hektar yang diberikan perusahaan asal malaysia tersebut dianggap merugikan warga SAD.

"Selain wilayah yang dituntut berada di luar HGU perusahaan, lahan tersebut bukan merupakan lahan perusahaan melainkan lahan negara yang telah dikelola masyarakat lokal,"kata Mawardi.

Selain negara dirugikan, masyarakat SAD juga dirugikan dengan pola kredit tersebut.

"Seakan-akan masyarakat diuntungkan dengan pembagian lahan 2000 Hektar, namun dalam kenyataannya banyak sekali persoalan dalam wilayah kemitraan 2000 ha, baik masalah data warga yang tidak jelas, sebagian areal dalam status Hutan Produksi Terbatas (HPT), sampai pada kasus gratifikasi oleh oknum di TIM Terpadu Kabupaten Batanghari" ungkapnya.

Terpisah, Hadiyatullah Ketua DPW Kornas Provinsi Jambi yang juga mendampingi SAD 113 menjelaskan bahwa pada tanggal 24 Oktober 2013 Kanwil BPN Provinsi Jambi dan tanggal 25 Oktober 2013 telah menerbitkan Surat Rekomendasi Peninjauan Ulang Sertifikat HGU PT. Asiatic Persada.

"Langkah menteri sebelumnya Ferry M. Baldan telah menerbitkan surat Instruksi Nomor 1373/020/III/2016 perihal Penyelesaian Kasus SAD yang mengacu kepada penetapan hukum komunal atas Tanah Masyarakat Hukum Adat,"kata Hadi

"Sayangnya proses penyelesaian ini kandas ditangan Menteri ART/BPN Sofyan Djalil," pungkasnya. (dnu)

Sumber: Tribun Jambi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas