63,8 Ton Bahan Pembuatan Bom Diangkut di Perairan Laut Bali
Amonium nitrat seberat 63,8 ton yang bisa digunakan untuk bahan pembuatan bom, berhasil diamankan Operasi Patroli Laut "Jaring Wallacea".
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Amonium nitrat seberat 63,8 ton yang bisa digunakan untuk bahan pembuatan bom, berhasil diamankan Operasi Patroli Laut "Jaring Wallacea" yang diadakan oleh Bea Cukai dan aparat penegak hukum terkait.
Bahan kimia itu diangkut oleh kapal KM Hamdan V yang berlayar di perairan Laut Bali.
Amonium nitrat yang dibawa kapal tersebut tidak memiliki dokumen sah.
"Penangkapan ini berkat sinergi bersama terkait pengawasan barang berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat. Ini kerja sama di antara aparat penegak hukum," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Heru Pambudi, dalam konferensi pers bersama instansi terkait di Denpasar, Bali, Senin (15/5/2017).
Bubuk kimia tersebut diamankan petugas patroli Bea Cukai pada penangkapan pertama dalam Operasi Patroli Laut “Jaring Wallacea” di sekitar Kepulauan Kangean di perairan Utara Bali atau Laut Bali pada Kamis (11/5/2017) lalu.
Puluhan ton barang bukti itu dibawa berlayar dari Teluk Belungkor, Malaysia, dengan tujuan Maluku Tenggara.
Akibat masuknya barang ilegal tersebut, kata Heru, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 8,2 miliar.
"Di dalam kapal tidak ada dokumen pengangkutan dan dokumen kepabeanan. Ini terindikasi kuat penyelundupan," imbuh dia.
Setelah ditangkap, kapal KM Hamdan V dan 10 orang kru-nya, termasuk nakhoda berinisial JDN, digiring sampai ke Pelabuhan Benoa Bali dan baru tiba pada Minggu (14/5/2017) sore.
Sedangkan muatannya amonium nitrat yang dibungkus menjadi 2.553 karung itu kini dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I di Jalan Ratna, Denpasar.
Dijelaskan Heru, selain menyebabkan kerugian materiil Rp 8,2 miliar, bahan kimia ilegal itu juga memiliki dua potensi risiko.
Baca: Harga Satu Keping e-KTP Rp 7.500 Tapi Kemendagri Bayar Rp 16.000
Pertama, penggunaan amonium nitrat dengan dijadikan bom ikan untuk penangkapan ikan dapat berpotensi merusak terumbu karang.
Kondisi terumbu karang di Indonesia, secara umum hanya ada 5 persen yang berstatus sangat baik, 27,01 persen dalam kondisi baik, 37,97 persen dalam kondisi buruk, dan 30,02 persen dalam kondisi sangat buruk.