Anton Medan Sudah Siapkan Liang Kubur di Lingkungan Pondok Pesantrennya
Muhamad Efendi atau lebih dikenal dengan Anton Medan sudah menyiapkan liang lahat untuk dirinya jika kelak meninggal.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Damanhuri
TRIBUNNEWS.COM, CIBINONG - Muhamad Efendi atau lebih dikenal dengan Anton Medan sudah menyiapkan liang lahat untuk dirinya jika kelak meninggal.
Liang lahat yang disiapkan Anton berada di Pondok Pesantren At-Taibin di Kampung Bulak Rata RT 2/8, Kelurahan Pondok Rajeg, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor.
Ponpes itu akan menjadi tempat peristirahatan terakhir pria yang kini menginjak usia 61 tahun.
Pria pemilik nama Tionghoa, Tan Kok Liong, sejak dulu bercita-cita membangun sebuah pondok pesantren bagi mualaf Tionghoa dan mantan narapidana yang ingin belajar agama.
Pada 2002 cita-citanya terwujud membangun sebuah pondok pesantren. Saat itu yang pertama kali dibangun oleh Anton yakni kuburan.
"Yang dibangun pertama Bapak (Anton Medan, red) kuburannya dulu, terus dilanjutin ngebangun pondok pesantren," kata Deni Chunk (41), pengurus Pondok Pesantren At-Taibin kepada TribunnewsBogor.com.
Lokasi yang nantinya menjadi tempat pemakanam Anton berada tepat di sebalah kanan Masjid Tan Kok Liong yang di desain dengan gaya bangunan Tionghoa.
Kuburan itu memiliki kedalaman sekitar 160 sentimeter dan panjang 2 meter yang saat ini dijadikan pendopo bagi tamu yang berkunjung ke pondok pesantren tersebut.
"Tadinya enggak ditutup meja, tapi takutnya bahaya akhirnya ditutup jadi lebih terlihat rapih," sambung Deni.
Selain pondok pesantren di lokasi tersebut yayasan mendirikan sekolah dengan sistem asrama. Dahulu yang tinggal di asrama sampai 500 orang.
Berdirinya Pondok Pesantren At-Taibin bermula ketika Anton Medan ingin menysiarkan Islam dengan membangun pesantren pada 2002 lalu.
"Cita-cita bapak ingin bangun pesantren untuk mualaf Tionghoa, makannya didirikan pondok pesantren ini. Pembangunan sekitar dua tahun, baru mulai beroperasi pada 2004," terang Deni.
Sekolah yang di dalamnya juga terdapat pondok pesantren bagi mantan narapidana dan mualaf Tionghoa ini berdiri di atas lahan seluas 1,6 hektare.
Saat ini yayasan sudah tidak aktif lagi sejak beberapa tahun lalu. Yang masih tersisa hanya pondok pesantren bagi eks narapidana serta mualaf Tionghoa yang ingin belajar ilmu agama.
Setiap bulan ada saja eks narapidana yang datang untuk mondok di sini. Menjelang Ramadan para santri sudah banyak pulang ke kampung halaman masing-masing untuk ibadah puasa bersama keluarga.
"Emang enggak banyak, kalau bulan puasanya biasanya pada pulang," tukas dia.
Menurut Deni, santri mantan narapidana itu selain dibekali ilmu agama juga diajarkan berwirausaha selama berada di pondokan.
Seperti belajar mengelas, beternak hingga menjahit agar setelah mereka keluar sudah punya bekal keahlian untuk melanjutkan hidupnya dan tidak kembali terjerumus dalam dunia hitam.
"Mereka diajarin baca Alquran dan salat. Ada juga alumni yang sekarang sudah bisa membuka pondok pesantren sendiri di kampungnya," kata lelaki yang juga guru di ponpes tersebut.
Ada yang mencolok dari arsitektur bangunan di pondok pesantren Anton. Hampir semua artsitekturnya mendapat sentuhan khas Tiongkok.
Gaya khas bangunan Masjid Hok Tek Liong ini sengaja mengambil gaya bangunan Tiongkok sebagai ciri khas Anton yang memang keturunan Tionghoa.