Penganyam Ketupat Banjir Order
Warga Kelurahan 3 Ulu Palembang ini mengaku, puluhan tahun keluarganya dan warga sekitar sudah terbiasa menganyam ketupat.
Editor: Willem Jonata
Laporan wartawan Sriwijaya Post, Yuliani
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Jemari Mia (25) cekatan merangkai daun nipah menjadi ketupat. Tak sampai semenit, ia mampu menganyam daun nipah menjadi ketupat.
Ujung nipah yang kelebihan pun dipotong agar tidak semrawut dan dijadikan satu dengan puluhan ketupat lainnya yang sudah jadi.
Warga Kelurahan 3 Ulu Palembang ini mengaku, puluhan tahun keluarganya dan warga sekitar sudah terbiasa menganyam ketupat.
Apalagi saat menjelang Lebaran, produksi bisa di atas 300 buah untuk satu rumah.
"Biasanya banyak yang pesan seminggu sebelum Lebaran. Terkadang dari pagi sampai sore tak berhenti menganyam ketupat," ujarnya saat ditemui Sripoku.com di kediamannya, Senin (19/6/2017).
Untuk bahan baku sendiri ia mengaku membeli per ikatan di laut.
Kata laut sendiri merujuk pada bantaran Sungai Musi yang tak jauh dari pemukiman mereka sehingga warga disana menjuluki sungai dengan laut.
"Satu kebat (ikat) besar harganya lima ribu. Kami pisahkan dulu dari lidi lantas dibersihkan. Hanya daun dengan kualitas baik dan lebar yang bisa dianyam menjadi ketupat," ungkapnya.
Tak hanya nipah, ia juga sering membuat ketupat dari daun pandan meskipun tidak diproduksi sebanyak daun nipah.
Karena harga pandan cukup mahal, sehingga ia tak berani membuat banyak kecuali ada yang pesan.
Mia mengaku, ketupat hasil buatannya dan warga sekitar sering dijual di pasar 16 maupun pasar-pasar kecil.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.