Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Siti Yunengsih yang Telah 13 Tahun Berprofesi Pemandi Mayat

Ibunya, Iyong Sopiah, ternyata merupakan tokoh masyarakat di Ciawi yang juga dikenal sebagai pemandi jenazah

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Cerita Siti Yunengsih yang Telah 13 Tahun Berprofesi Pemandi Mayat
TribunnewsBogor.com/Naufal Fauzy
Siti Yunengsih (48) 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Naufal Fauzy

TRIBUNNEWS.COM, BOGOR  - Selama 13 tahun menjadi pemandi mayat wanita berusia 48 tahun ini mengaku tak pernah alami kisah mistis.

Malah tak jarang keluarga dari korban yang pingsan dan histeris bisa redam setelah diberi hal ini oleh Siti Yunengsih.

Warga Kampung Babakan, Desa Banjarwaru, Ciawi, Kabupaten Bogor mengatakan menjalani profesinya ini  dengan niat ibadah.

"Belum, saya belum pernah, kalo abis mandiian ada ririwa (gentayangan) itu belum pernah, ya niatnya ibadah. Kadang ada orang pingsan, keluarganya, saya kasih jampe-jampe," katanya.

Ibu dari empat anak bercerita bahwa awalnya diajak oleh sang ibu.

Ibunya, Iyong Sopiah, ternyata merupakan tokoh masyarakat di Ciawi yang juga dikenal sebagai pemandi jenazah.

Berita Rekomendasi

Sebelum sang ibu wafat, Enen pun sudah disuruh untuk mencoba memandikan mayat saat itu ketika bibinya meninggal.

Sejak saat itulah Enen mulai menjadi penerus memandikan jenazah sejak sang ibu wafat ketika berumur 87 tahun.

"Awalnya, dulu pas bibi meninggal, silahkan belajar mandiin, kata emak. Ada lagi yang meninggal, terus lagi," ungkapnya kepada TribunnewsBogor.com, Jumat (21/7/2017).

Sampai saat ini wanita yang akrab disapa Enen itu bertugas di rumah sakit.

Karena ketika ditugaskan oleh rumah sakit, ia harus berhadapan dengan jenazah yang rata-rata bentuknya sudah tidak utuh.

"Awalnya takut, kalo (mandikan jenazah) di rumah sakit, kan ada jenazah yang tubuhnya udah hancur, gitu, tapi udah sekali, selanjutnya udah biasa," ungkap Enen kepada TribunnewsBogor.com, Jumat (21/7/2017).

Tidak hanya itu, Enen juga teringat pada satu jenazah penderita penyakit gula.

"Ada yang karena penyakit gula, kakinya udah gak ada, kanker payudara, tumor, walaupun bau juga, tapi itu udah kewajiban," ungkapnya.

Enen mengaku awalnya memang tidak tahu niat bacaannya namun setelah belajar kini ia sudah menempuh pengalaman panjang soal memandikan berbagai kondisi jenazah.

"Awalnya gak bisa bacaannya, trus lama-lama bisa, ngemandiin, ngewudhuin jenazah," katanya.

Kini ia tinggal di rumah sederhananya berlima bersama 4 anaknya dimana kegiatan sehari-harinya ia hanya menjadi ibu rumah tangga biasa.

Biasanya Enen ketika dapat pekerjaan mandikan jenazah di rumah sakit, ia mengaku kerap diantar-jemput memakai ambulans rumah sakit terkait.

Waktunyapun tergantung waktu kejadian bahkan kerap dijemput di waktu dini hari.

"Biasanya dijemput sama ambulan, trus dianter juga, sampe jam 1, jam dua malem, sering," ungkapnya.

Terkait penerusnya nanti, Enen mengaku belum mengetahui dari ke-4 anaknya siapa yang bakal menjadi penerusnya nanti.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas