Cerita Warga Perbatasan Pilih Gunakan Ringgit dan Belanja Sembako Malaysia
Menurut Abdurrahman, hidup di Indonesia tetapi harus memenuhi kebutuhan hidup dengan sembako Malaysia.
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, SEBATIK - Cerita warga negara Indonesia di wilayah perbatasan yang lebih dominan mengonsumsi produk Malaysia, penggunaan mata uang Ringgit hingga mencari kerja di negeri Jiran masih tercermin hingga saat ini.
Abdurrahman, warga Desa Aji Kuning, Kecamatan Sebatik, Nunukan salah satunya. Pria asal Sulawesi ini sudah 10 tahun bekerja di salah satu perusahaan kilang di Malaysia.
Selama bekerja dirinya bisa membiayai 5 anak dan seorang istri.
Hingga dirinya memiliki rumah sendiri di desa Aji Kuning, Sebatik.
Baca: Gubernur Aceh Minta Polisi Cari Orangtua Salsa, Penyiksa Bocah Dua Tahun
Usai 10 tahun bekerja di Malaysia, Abdurrahman memutuskan kembali ke Indonesia sebagai petani sawit. Walau pendapatannya kini lebih sedikit dibandingkan bekerja selama di Malaysia. Abdurrahman ingin lebih dekat bersama keluarga.
"Sekarang jadi petani sawit saja, lebih dekat dengan keluarga, memang gaji di Malaysia lebih banyak dibanding sekarang jadi petani sawit," katanya.
Selama menetap di Indonesia bukan berarti segala kebutuhan hidup mudah. Dengan penghasilan pas-pasan, pria berusia 35 tahun itu tetap bersyukur.
Baca: Begini Kondisi Jasad Wanita Hamil di Rumbai yang Dibunuh dan Dibakar
Menurutnya, hidup di Indonesia tetapi harus memenuhi kebutuhan hidup dengan sembako Malaysia. Harga sembako Malaysia lebih murah dibanding sembako Indonesia. Termasuk membeli elpiji milik Malaysia lebih murah dibanding elpiji Indonesia.
Elpiji My Gaz dari Malaysia ukuran 14 kg dibeli seharga Rp 220 ribu, sementara elpiji 12 kg dari Indonesia jarang ditemukan. Bahkan elpiji 3 kg subsidi alias elpiji melon di Sebatik Rp 25 ribu dari tangan pengecer. Padahal bila dari agen harga eceran tertingginya Rp 16.500/3 kg.
Kesulitan lain dialami warga desa Aji Kuning adalah air bersih. Untuk kebutuhan tiga hari digunakan 7 orang, ia harus merogoh kocek Rp 70 ribu/tangki. "Air ini menunggu hujan, kalau tidak ada hujan terpaksa beli air tangki," ucapnya.
Keunikan dari kebiasaan warga Sebatik yakni lebih senang menggunakan mata uang Malaysia, Ringgit dibanding mengunakan rupiah.
Ringgit masih menjajah rupiah. Menurutnya, nilai tukar ringgit lebih tinggi dibandingkan rupiah.