'Ritual Seks' di Gunung Kemukus Jadi Sorotan Dunia
Tiap malam Jumat Pon dan Jumat Kliwon, orang-orang berdatangan ke lokasi yang terletak di Desa Pendem, Sumber Lawang
Editor: Hendra Gunawan
Ia pun menunjukkan foto-foto orang sebelum melakukan ritual seks di Gunung Kemukus.
Berdasarkan penelusurannya, ritual seks di Gunung Kemukus berawal dari kisah seorang pangeran muda yang memiliki hubungan asmara dengan ibu tirinya pada abad ke-16.
Keduanya bercinta di puncak Gunung Kemukus, kemudian tertangkap basah, lalu dibunuh dan dikubur di sana.
Kini, puncak gunung itu dijadikan tempat 'suci' bagi mereka yang ingin mendapatkan kemakmuran dan kemajuan hidup.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, sebelumnya meminta Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati untuk bersikap tegas dalam melarang kegiatan ritual asusila di Gunung Kemukus atau di sekitar makam Pangeran Samudro.
Menurutnya, kawasan ini harus benar-benar dijadikan kawasan religius untuk berziarah dan berdoa.
Hal itu disampaikan Ganjar seusai berziarah ke makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus.
Kedatangannya berziarah tersebut sebelumnya mendapat laporan warga ketika Ganjar meninjau pembangunan Jembatan Barong Gunung Kemukus yang berupakan bantuan dari Provinsi sebesar Rp 14,7 miliar, ritual seks oleh para pendatang itu masih ada di Gunung Kemukus.
"Ayo kita lihat ke sana (ke komplek makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus,red)," ujar Ganjar saat meninjau pembangunan jembatan penghubung ke Gunung Kemukus, bantuan dari APBD provinsi 2016, Kamis (8/6/2017).
"Dulu setelah ramai, kan saya sudah minta bupati Sragen untuk coba dikomunikasikan. Sekarang malah mbalik lagi (ritual seks,red)," ungkapnya.
Menurutnya, cerita tentang Pangeran Samudro yang adalah penyebar agama Islam mestinya bisa lebih dimunculkan, dibanding cerita versi lain yang berdampak tidak baik pada sosial kemasyarakatan.
"Cerita Pangeran Samudro itu siapa, dia itu nyebarkan agama bukan hama. Yang itu (ritual seks,red) kan hama," ujarnya.
Ia mengatakan, jika melihat kondisi demikian, nampaknya pencegahannya tidak mungkin hanya dengan cara sekadar melarang saja, namun harus ada langkah kongkret yang lebih sistematis.
Misalnya dengan menjadikan kawasan ini sebagai kawasan wisata yang benar-brnar religi.
Yakni dengan membangun secara fisik agar betul-betul untuk menunjang kegiatan religius di komplek tersebut.
"Mereka yang ada di sini mesti diajak berusaha untuk mendukung wisata religius bukan disalahgunakan untuk yang lain," katanya.
Ganjar meminta bupati setempat, untuk memberi perhatian lebih pada perkembangan sosial di Gunung Kemukus.
Ia menyarankan, bupati jangan pernah memberi izin hiburan di kawasan tersebut.
Hal ini untuk menjaga religiusitasnya.
"Saya menyarankan jangan diberi untuk izin hiburan, tidak ada hiburan. Kalau mau ya ngaji di sini, ziarah," tegasnya. (tribunjateng/intisari)