Cerita Romo Budi Saat Pertama Kali Berjumpa Gus Dur
Romo Budi yang saat ini masih sebagai pastor pembantu Paroki Ungaran ini mengakui belum pernah berdialog langsung dengan Gus Dur.
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, UNGARAN- Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang, Romo Aloys Budi Purnomo Pr berkomentar mengenai sosok mendiang KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Ia menilai Presiden ke-4 RI itu sebagai sosok yang nyata dalam mengusung keberagaman, multikulturalisme dan kebangsaan.
Tidak hanya sebatas pandangan atau teori, namun Gus Dur menghayati betul ketiga paham humanitarianisme berbasis nilai-nilai keimanannya sebagai seorang muslim.
"Ia menghadirkan Islam sebagai rahmatan lil'alamin bukan dalam tataran khotbah melainkan dalam olah perilaku dan tingkah. Saya bersyukur boleh mewarisi dan turut berjuang untuk mewujudkan ketiga hal itu, saat ini khususnya bersama dengan keluarga besar Gus Dur," kata Romo Budi di Ungaran, Kamis (7/9/2017) siang.
Baca: Jokowi Juga Bagi-bagi Sepeda di Singapura, Warga Indonesia Diberi Pertanyaan Ini
Romo Budi yang saat ini masih sebagai pastor pembantu Paroki Ungaran ini mengakui belum pernah berdialog langsung dengan Gus Dur.
Namun ia memahami pemikiran-pemikiran Gus Dur melalui karya-karya tulisannya.
Perjumpaan pertama dan terakhir dengan Gus Dur ia alami saat mengikuti kegiatan Forum Keadilan dan Hak Asasi Umat Beragama (Forkagama), sebuah gerakan merawat kebangsaan dan keberagaman yang diinisiasi oleh KH Nuril Arifin Husein atau Gus Nuril di Pusdiklat Srondol, Semarang tahun 2004.
"Itu awal-awal saya tiba di Semarang," lanjutnya.
Sejak pertemuan itulah, ajaran-ajaran Gus Dur yang selaras dengan keimanan Romo Budi sebagai seorang Katolik selalu ia dengungkan dalam setiap kesempatan.
Baca: Candi Borobudur Siaga 1, Pengelola Terapkan Penjagaan Ketat Bagi Pengunjung
Puncaknya adalah pada saat 49 hari setelah wafatnya Gus Dur, Romo Budi bersama Alissa Wahid, putri sulung Gus Dur dan Gus Umar, saudara kandung Gus Dur, mendeklarasikan Gusdurian Semarang dan Jawa Tengah di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang.
Gusdurian adalah sebutan untuk para murid, pengagum, dan penerus pemikiran dan perjuangan Gus Dur.
Para Gusdurian ini berkomitmen mendalami pemikiran Gus Dur, meneladani karakter dan prinsip nilainya, dan berupaya untuk meneruskan perjuangan yang telah dirintis dan dikembangkan oleh Gus Dur sesuai dengan konteks tantangan zaman.
"Lebih khusus, kerja sama dengan Ibu Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid dalam rangka kebangsaan dan keberagaman yang berfokus pada kaum duafa dan rakyat. Itulah yang terjadi dengan kegiatan tahunan melalui buka dan sahur bersama yang beliau selenggarakan," ucap Romo Budi yang baru saja ditunjuk menjadi kepala Campus Ministry Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang.
Hubungan baik antara dirinya dengan keluarga Gus Dur ini juga tergambar dari kegiatan haul atau peringatan hari wafatnya Gus Dur setiap tahunnya.
"Setiap kali haul Gus Dur, tidak pernah lupa keluarga besar Ciganjur selalu mengundang saya untuk turut hadir. Ini menjadi momen yang istimewa terus merajut silaturahmi," tuntasnya. (SYAHRUL MUNIR)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Kenangan Pastor Budi dengan Mendiang Gus Dur