Kilas Balik Letusan Gunung Agung Tahun 1963: Paling Mematikan Setelah Indonesia Merdeka
Untuk letusan abad ke-20, letusan Gunung Agung hanya bisa disaingi letusan Gunung Pinatubo di Filipina tahun 1991 yang menewaskan 840 jiwa.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Letusan Gunung Agung di Bali tahun 1963 merupakan yang paling mematikan pada era setelah Indonesia merdeka.
Letusan gunung api ini juga dikenal sebagai salah satu yang terkuat di abad ke-20. Namun, yang membuat letusan Gunung Agung dikenal secara global terutama karena dampaknya telah memicu pendinginan Bumi.
Laporan Kepala Bagian Vulkanologi Direktorat Geologi Djajadi Hadikusumo ke UNESCO pada 1964 menyebutkan, letusan Gunung Agung saat itu menewaskan 1.549 orang.
Sekitar 1.700 rumah hancur, sekitar 225.000 jiwa kehilangan mata pencarian, dan sekitar 100.000 jiwa harus mengungsi.
Dampak susulan berupa banjir lahar kemudian menghancurkan perkampungan di lereng selatan Gunung Agung dan menewaskan 200 orang.
Delapan jembatan hancur. Karangasem terisolasi total. Pasokan bahan pangan dan obat-obatan terpaksa lewat laut.
Bencana itu juga bahkan memukul seluruh Pulau Bali. Sebanyak 316.518 ton produksi pangan hancur.
Kondisi itu diperparah dengan gempa bumi yang melanda Bali pada 18 Mei 1963, lalu Gunung Batur pun meletus pada September 1963 hingga Mei 1964.
Letusan Gunung Agung ini memang masih lebih kecil dibandingkan dengan letusan gunung api di Indonesia yang terjadi pada abad sebelumnya, yaitu Tambora tahun 1815 dan Krakatau tahun 1883.
Namun, untuk letusan abad ke-20, letusan Gunung Agung hanya bisa disaingi letusan Gunung Pinatubo di Filipina tahun 1991 yang menewaskan 840 jiwa.
Stephen Self dan Michael R Rampino dalam Bulletin Vulcanology (2012) menyebutkan, letusan Gunung Agung pada Februari 1963 hingga Januari 1964 merupakan yang paling menghancurkan.
Kolom letusannya saat itu mencapai ketinggian 20 kilometer dengan total material batuan yang dikeluarkan mencapai 0,4 kilometer kubik (km3).
Material vulkanik berupa aerosol sulfat terbang tinggi dan kemudian melapisi atmosfer Bumi hingga sejauh 14.400 kilometer.
Dampaknya, suhu Bumi mengalami pendinginan dengan rata-rata 0,4 derajat celsius karena sinar matahari terhalang lapisan aerosol sulfat (Hansen dalam Jurnal Science, 1978).