Soal Kasus Bupati Rita Seperti Memindahkan Perdebatan di Kedai Kopi ke Meja Sidang
Menurut Tuah, KPK sudah tidak asing dengan Kabupaten Kukar, yang merupakan kabupaten terkaya di Tanah Air.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Tribun Kaltim, Rafan A Dwinanto
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Ditetapkannya Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari, sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengagetkan bagi aktivis anti korupsi, Pokja 30, Carolus Tuah.
Menurut Tuah, KPK sudah tidak asing dengan Kabupaten Kukar, yang merupakan kabupaten terkaya di Tanah Air.
“Ajaib, saya tidak terkejut,” katanya.
Baca: Kisah Pilu Tajudin Terpaksa Bawa Kedua Anaknya Ngojek, Istri Jadi Penyebabnya
Sekitar tahun 2007 lalu, kata Tuah, KPK sudah pernah memerkarakan Bupati Kukar, Syaukani Hasan Rais, yang tidak lain adalah ayah Rita Widyasari.
Lembaga antirasuah tersebut juga pernah memerkarakan suksesor Syaukani, yakni Samsuri Aspar yang menjabat sebagai Wakil Bupati.
Tidak berhenti sampai di situ, KPK juga menangkap Anggota DPRD Kukar, Setyabudi.
“Kalau pun kaget, itu karena kenapa berulang? Kok sama seperti bupati sebelumnya,” kata Tuah.
Kembali masuknya KPK ke Kukar, bagi Tuah, sama halnya dengan merindukan kedatangan seorang sahabat.
Yang tentunya selalu dinantikan.
Isu-isu mengenai dugaan korupsi di Kota Raja selama ini hanya jadi bahan perbincangan di warung-warung kopi.
“Kedatangan KPK itu seperti kerinduan terhadap sahabat lama. Selalu dinantikan. Sehingga memindahkan perdebatan dari kedai kopi ke meja sidang,” katanya lagi.
Ditetapkannya Rita sebagai tersangka oleh KPK, lanjut Tuah, sekaligus mengonfirmasi raihan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diperoleh Pemkab Kukar.
Diketahui, dibawah kepemimpinan Rita, laporan keuangan dan aset Pemkab Kukar, selama lima tahun berturut-turut, mendapat Opini WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Seperti membuktikan, status WTP tidak menjamin bebas korupsi,” ucap Tuah. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.