Gadis 19 Tahun Ini Lumpuh Sejak Usia 5 Tahun
Syaraf di otaknya mengalami kerusakan. Badannya tampak kurus, hanya tulang dibalut kulit.
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan TribunSumsel.com, Agung Dwipayana
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Aftaria Ramadana (19) hanya bisa terbaring lemah di atas kasur yang diletakkan di lantai.
Di dalam rumah kontrakan sederhana berukuran 3 x 4 meter, sulung tiga bersaudara putri pasangan M Fajar dan Erma ini, menghabiskan waktunya hanya berbaring.
Dana, nama panggilannya, merupakan warga Perumnas Sako Enim VII (tujuh) RT 9 RW 4, Kecamatan Sako, kota Palembang.
Ia mengalami lumpuh sejak usia 5 tahun. Syaraf di otaknya mengalami kerusakan. Badannya tampak kurus, hanya tulang dibalut kulit.
"Dia sakit sejak bayi," tutur Erma, sang ibu, kepada TribunSumsel yang menyambangi kediamannya, Sabtu (7/10/2017).
Ketika lahir, menurut Erna, kondisi Dana normal. Namun, ketika usia 3 bulan, kepalanya ini tidak bisa tegak.
"Ketika itu, kami tidak ada biaya untuk memeriksakan kondisinya ke dokter," lanjutnya.
Beranjak usia 1 tahun, Dana mengalami kejang-kejang. Tubuhnya deman. Sempat diduga ia mengalami epilepsi.
"Tapi kalau epilepsi, tidak panas badan bisa kejang-kejang, itu yang saya heran. Tapi setelah minum obat dari dokter, tidak kejang-kejang lagi," kata Erma.
Dana kemudian mengalami kelumpuhan. Ia tak bisa berjalan. Menurut dokter yang menangani, Dana tidak bisa disembuhkan lagi.
"Kata dokter ketika menunjukkan CT scan, saraf otak anak saya sudah rusak dan tidak bisa normal kembali. Beginilah keadaan anak saya, jadi tawakal saja saya," katanya lirih.
Karena tidak ada biaya, Dana terpaksa dirawat seadanya di rumah. Setiap hari, Erma dengan sabar dan setia merawat putrinya. Ia yang memberi makan, mengganti pakaian, dan berbagai keperluan lainnya untuk Dana.
Erma mengaku tidak bisa berbuat banyak. Suaminya hanyalah seorang buruh bangunan yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus biaya sewa rumah.
"Saya juga kadang menerima jahitan, tapi tidak sering. Lebih banyak menghabiskan waktu menjaga Dana," ujarnya.
Perempuan berdarah Sunda ini hanya bisa berharap ada bantuan dari donatur, baik pemerintah maupun dermawan yang bersedia membantu biaya penyembuhan putrinya tersebut.
"Sempat ada pak camat, lurah, dan orang Puskesmas memeriksa kondisi anak saya. Pak camat juga katanya janji mau membantu membuka akses terhadap donatur, kami ya bersedia kalau ada yang bantu," katanya penuh harap.
Kini tidak ada yang bisa dilakukan Erma selain menjaga putri kesayangannya hingga pertolongan datang bagi kesembuhan anaknya datang.
Erma bersama putri bungsunya setia menemani Dana yang terbaring lemah karena mengidap penyakit lumpuh sejak balita.(*)