Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Aparat Paksa Wartawan Hapus Foto-foto Kekerasan Demo PLTP di Banyumas

Aparat sempat memaksa beberapa wartawan menghapus gambar kekerasan aparat terhadap para pendemo dalam kamera wartawan.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Aparat Paksa Wartawan Hapus Foto-foto Kekerasan Demo PLTP di Banyumas
Tribun Jateng/Khoirul Muzaki
Sejumlah awak media gelar unjuk rasa di depan Pendopo Kabupaten Banyumas, Selasa (10/10). Mereka tuntut aparat yang melakukan kekerasan terhadap wartawan ditindak tegas 

TRIBUNNEWS.COM, BANYUMAS - Demo penolakan terhadap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturraden di depan gerbang Pendopo Sipanji Purwokerto, Kabupaten Banyumas, berakhir ricuh, Senin malam, sekitar pukul 22.15 WIB (9/10).

Akibat kericuhan itu, beberapa pendemo terluka akibat bentrok fisik dengan aparat. Tak hanya pendemo, wartawan yang sedang menjalankan tugas meliput demo juga terluka karena dipukul dan diinjak aparat yang terdiri dari polisi dan satpol PP.

Baca: Ayo Pegang Janji-janji Anies-Sandi, Ada 4 Janji Kampanye yang Imposibel Loh

Baca: Mengaku Anak Kandung Jaja Miharja, Andi Dibuang Sejak Berumur 40 Hari, Ini Kisahnya

Aparat sempat memaksa beberapa wartawan menghapus gambar kekerasan aparat terhadap para pendemo dalam kamera wartawan.

Beberapa menit sebelum ricuh, melalui pengeras suara, petugas telah memperingatkan massa agar membubarkan diri dengan dalih, batas akhir demonstrasi sesuai kesepakatan berakhir pukul 22.00.

Namun perwakilan Aliansi Selamatkan Slamet melalui pengeras suara meminta ada negosiasi ulang perihal waktu demonstrasi.

Berita Rekomendasi

Di dalam pendopo, ratusan polisi bersiaga. Peringatan agar demonstran kembali terdengar saat waktu menunjuk pukul 22.00.

Sekitar pukul 22.15, ratusan polisi dan Satpol PP mendekati demonstran yang saat itu berkumpul di Tenda Posko Perjuangan.

Sejumlah demonstran ditarik paksa oleh petugas ke dalam pendopo lalu dibawa ke Mapolres untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Bangkit, perwakilan aliansi Selamatkan Slamet mengecam tindakan represif aparat Kepolisian terhadap pihaknya saat menggelar aksi damai bertajuk pentas budaya di pendopo semalam.

Ia bahkan mengklaim penangkapan sejumlah demonstran itu disertai pemukulan serta penyitaan barang-barang milik demonstran.

Dalam menjalankan tugas pemeliharaan dan ketertiban masyarakat, kata dia, aparat harus mematuhi aturan berlaku, dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.
"Kepolisian Republik Indonesia mempunyai Peraturan Kapolri No 08/2009 tentang Pedoman Implementasi Hak Asasi Manusia. Semestinya jika aparat berpedoman pada peraturan tersebut, maka tindakan-tindakan represif yang terjadi pada masa aksi tidak terjadi," katanya, Selasa (10/10).

Dalam setiap aksi penolakan PLTP Baturraden ini, Bangkit mengklaim pihaknya selalu menggunakan cara-cara damai.

Demonstrasi yang dikemas dengan pentas budaya dinilainya tidak pantas dibubarkan.

Berdasarkan data yang dihimpun aliansi, ada belasan peserta aksi yang sebagian merupakan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ditangkap oleh polisi.

"Tenda juga dihancurkan dan beberapa barang elektronik serta kendaraan dibawa petugas," katanya.

Kapolres Banyumas AKBP Bambang Yudhantara mengatakan pihaknya telah melakukan penertiban terhadap para peserta aksi.

Pihaknya telah memperingatkan demonstran agar bubar sejak waktu menjelang sore karena sesuai aturan, batas waktu demonstrasi sampai pukul 18.00.

Demonstran kemudian diberi kelonggaran hingga pukul 22.00 untuk bertahan di seputaran Pendopo. Namun hingga batas waktu yang ditentukan massa ternyata belum membubarkan diri.

Pihaknya akhirnya terpaksa membubarkan mereka demi menjaga ketertiban umum. "Sudah kami imbau untuk bubar namun massa tidak bubar sampai batas waktu yang ditentukan. Akhirnya kami bubarkan," katanya.

Saat meliput pembubaran paksa, aksi tolak pembangunan PLTP Gunung Slamet di depan kantor Bupati Banyumas, seorang wartawan dipukul dan diinjak-injak oleh sejumlah aparat keamanan.

Dalam liputan tersebut, beberapa wartawan berusaha merekam aksi kekerasan, yang dilakukan aparat kepada peserta aksi.

Tak dinyana, setelah mereka mendokumentasikan kejadian tersebut, sejumlah oknum polisi dan Satpol PP justru memaksa dan berusaha merampas alat kerja wartawan, yaitu HP dan kamera. Bila tidak mau menyerahkan, maka perangkat tersebut akan dibanting.

Handphone (HP) milik Agus Wahyudi, wartawan media cetak di Jawa Tengah juga diminta.

Ia bahkan dipaksa untuk menghapus foto yang telah ia abadikan, dengan ditunggui tiga aparat. Berdasarkan informasi yang diterima, kejadian mengerikan dialami oleh wartawan salah satu stasiun TV nasional, yakni Darbe Tyas.

Ia diinjak-injak, ditendang dan dipukul oleh lebih kurang 10 aparat, hingga tersungkur. Padahal, ia telah menunjukkan kartu identitas wartawannya, tetapi tak diindahkan oleh pelaku.

Awalnya, Darbe berusaha melindungi wartawan lain yang terancam pengeroyokan, tetapi justru dirinyalah yang kemudian menjadi sasaran amukan.

Akibat kejadian tersebut, Darbe menderita sejumlah luka di tubuh, di dada, punggung dan tulang rusuk sebelah kiri.

Ia juga merasakan nyeri di tubuh bagian dalam. Kartu identitasnya pun dirampas oleh oknum aparat. "Ada beberapa kaki injak tubuh saya. Sangat sakit," katanya, Selasa (10/10).

Nasib fotografer Dian Aprilianingrum lebih baik karena hanya mengalami kekerasan verbal dari polisi saat meliput kericuhan itu. Oknum aparat sempat memintanya menyerahkan kamera, dan melarang memotret kejadian.

Jurnalis perempuan itu melihat langsung bagaimana temannya, Darbe diperlakukan tak manusiawi oleh oknum aparat.

"Saya sempat berteriak-teriak mengatakan Darbe itu wartawan, namun tidak digubris," katanya.

Kekerasan fisik lebih banyak dialami oleh para peserta aksi. Azka, peserta aksi dari IAIN Purwokerto masih sesekali memegangi telinganya yang sakit usai pulang dari tahanan.

Ia sampai tak ingat pukulan mana yang menyebabkan daun telinganya berlumuran darah karena terlalu banyak pukulan yang diterimanya kala itu.

Seorang wartawan yang meliput demonstrasi proyek PLTP di pendopo Banyu
Seorang wartawan yang meliput demonstrasi proyek PLTP di pendopo Banyumas Senin (9/10) menderita luka di telinga diduga karena pukulan oknum aparat (tribunjateng/khoirul muzaki)

Insiden itu bermula ketika, sekitar pukul 22.00, ia yang tengah duduk-duduk di tenda posko perjuangan depan pendopo tiba-tiba digeruduk puluhan petugas yang sebelumnya bersiaga di lokasi.

Satu persatu temannya, termasuk dia, ditarik paksa oleh aparat. Ia ditarik di sela-sela mobil lalu dihantam dari segala penjuru oleh beberapa oknum aparat. Ia baru menyadari sebagian wajahnya telah berlumuran darah.

"Di Mapolres telinga saya yang luka hanya diobati terus dikasih perban. Saya bingung mau periksa lagi kemana," katanya.

Ganjar menyayangkan

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, menyayangkan adanya pemukulan atau kekerasan terhadap para jurnalis yang dilakukan oleh para oknum aparat kepolisian dan petugas Satpol PP Kabupaten Banyumas, Senin (9/10) malam.

Ia menyarankan agar kasus tersebut diproses sesuai ketentuan yang ada. Yakni untuk pelaku dari oknum kepolisian dilaporkan ke Provost Polres Banyumas, dan untuk oknum Satpol PP dilaporkan ke Bupati Banyumas.

"Saya kira mesti dilaporkan saja, kalau yang kepolisian dilaporkan ke provost kalau yang satpol PP ke bupati. Agar diberikan kejelasan seperti apa dan apa yang terjadi," kata Ganjar, Selasa (10/10).

Menurut Ganjar, para jurnalis yang bertugas meliput peristiwa pembubaran paksa aksi tolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Slamet di depan gedung DPRD Banyumas, dilindungi Undang Undang. Jika merasa ada yang kurang berkenan, mestinya tidak boleh melakukan tindakan kekerasan.

"Mestinya nggak boleh main kekerasan seperti itu. Jangan, ngobrol saja sama wartawan. Masa wartawan kok dithuthuki (dipukuli), ngobrol lah sama wartawan," kata politikus PDI Perjuangan yang juga mantan Anggota DPR RI itu.

Terpisah, Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jateng mengecam tindakan kekerasan tersebut. Ketua SPLM Jateng Abdul Mughis menyatakan, pihaknya mendesak Kapolres Banyumas mengusut tuntas pelaku.

Menurutnya sejumlah anggota polisi di Polres Banyumas dan Satpol PP Pemkab Banyumas yang terlibat dalam insiden penganiayaan terhadap sejumlah jurnalis di Banyumas harus diusut.

"Mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolres Banyumas apabila kasus ini tidak diselesaikan hingga tuntas," tegasnya.

Kemudian, SPLM Jateng juga mendesak Kapolres Banyumas meminta maaf pada publik dan mengganti semua kerugian materiil akibat tindakan kekerasan pada jurnalis tersebut.

Namun demikian, Mughis menandaskan, pokok persoalan bukan pada soal mudah meminta maaf, namun etika dan sikap petugas pengayom masyarakat perlu dievaluasi.

"Arogansi Kepolisian dalam bertindak kepada insan pers yang bekerja dilindungi Undang Undang harus diketahui, dan dijadikan kesepakatan bersama untuk tidak terulang," tandas Mughis. (Tribunjateng/cetak/Aqy/had/tribunjogja)

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas