Peringatan 15 Tahun Tragedi Bom Bali: Wina dan Dinda Tak Mampu Mengingat Wajah Ayah Bundanya
Wina kehilangan ayahnya, (alm) I Ketut Sumerawat dan Dinda terpisah selamanya dengan sang ibu, alm Lilis Puspita. Kedua orangtua mereka menjadi korban
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, MANGUPURA - Lima belas tahun lalu peristiwa berdarah mengguncang tanah Bali.
Luka para korban Bom Bali barangkali kini telah mengering, namun batin mereka masih perih terluka.
"Hallo bapak, ini Wina. Hallo mama, ini Dinda. Kami percaya kalian melihat dan mendengar kami dan isi hati kami..." Begitulah Kadek Wina Pawani dan Raden Roro Lidia Louidinda Diah Puspita membacakan surat rindu mereka.
Wina kehilangan ayahnya, (alm) I Ketut Sumerawat dan Dinda terpisah selamanya dengan sang ibu, alm Lilis Puspita.
Kedua orangtua mereka menjadi korban tragedi Bom Bali I.
Suara mereka terdengar bergetar di Monumen Ground Zero, Legian, Kuta, Kamis (12/10/2017).
Hingga kini Wina tidak mampu mengingat dengan baik wajah ayahnya.
Demikian pula Dinda yang hanya bisa mengenal sosok ibunya dari cerita orang lain.
Baca: Mengintip Mewahnya Kediaman Calon Suami Kahiyang Ayu, Bobby Nasution di Medan
Ketika tragedi terjadi, usia mereka masih anak-kanak.
"Meskipun sosok bapak ada dalam ingatan, tetapi mengingat wajahnya adalah sesuatu yang sulit," ujar Wina.
Peringatan 15 tahun tragedi Bom Bali juga dimaknai dengan peluncuran buku 'Luka Bom Bali: Kisah Nyata dari Kejadian Bom di Bali'.
Koordinator tim penulis, Thiolina F Marpaung mengungkapkan penggarapan buku setebal 382 halaman ini dilakukan selama 1 tahun.
Di dalamnya memuat 15 kisah para korban Bom Bali I dan Bom Bali II.
Penulisan buku ini rencananya akan tetap berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya.
Pada tahun 2016 lalu mereka menerbitkan buku 'Janda-janda Korban Terorisme di Bali'.
Baca: Pimpinan Stream Ditangkap Polisi karena Langgar UU Pasar Modal Jepang
Perempuan yang juga korban ledakan bom di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta ini mengatakan tahun depan akan membuat buku dari sudut pandang anak-anak korban Bom Bali.
"Ini adalah upaya kami untuk mendokumentasikan peristiwa Bom Bali. Semoga pemerintah juga tidak lupa dengan kami sebagai korban. Meskipun lukanya yang dulu sudah kering, tapi luka batinnya masih ada," ujar Thiolina yang juga sekretaris Yayasan Isana Dewata.
Tragedi Bom Bali juga mengundang simpati warga dunia.
Sejak Kamis pagi, Monumen Ground Zero Kuta ramai didatangi wisatawan mancanegara maupun domestik.
Mereka membawa karangan bunga, juga memanjatkan doa.
Bobby Bajwa, wisatawan asal Perth, Australia, meskipun tidak memiliki kerabat yang menjadi korban, namun ia merasa turut terpukul dengan kejadian itu.
"Banyak warga Australia yang jadi korban saat itu. Tetapi, saya yakin semua orang mengutuk ulah para teroris," ujar Bobby.
Hal serupa disampaikan Dicky Candra, warga Jakarta yang tengah berlibur di Bali.
"Saya berdoa agar kejadian ini tidak terulang," ujar Dicky bersama istri dan anaknya.
Gubernur Bali, Made Mangku Pastika mengatakan peristiwa Bom Bali melukai rasa kemanusiaan.
Tidak hanya bagi para korban, melainkan juga duka bagi seluruh dunianya kemanusiaan.
Menurutnya, sikap untuk berdamai harus ditanamkan mulai dari diri sendiri.
Perjalanan hidup Pastika bertautan dengan peristiwa bom Bali I. Saat itu ia menjadi Ketua Tim Investigasi Pengungkapan Pelaku Bom Bali.
Dari sana pula nama Pastika mulai meroket.
"Tragedi ini harus tetap diingat, tetapi tidak menumbuhkan dendam di antara kita," ujar Pastika dalam sambutannya.
"Kedamaian dan perdamaian bukan sesuatu yang jatuh dari langit begitu saja, tapi harus ada upaya dari kita sendiri untuk menciptakan itu," kata Pastika Acara juga dihadiri Konsul Jenderal Negara Asing, Wakil Ketua DPRD Bali, Danrem, Ketua FKUB Bali, Wakil Bupati Badung dan anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah lainnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.